Selamat pagi. Bagaimana dengan sahur di rumah tanggamu pagi ini? Aku membayangkan kita semeja. Kau menuangkan beberapa menu makanan untuk suamimu, dan aku menatap dengan luka yang tertutup oleh tingkah anakmu yang kau bangunkan pagi-pagi. Matanya masih sembab, luka di hatiku masih lebam. Tega-teganya kau mengajak anak berusia dua tahun itu bangun pagi-pagi untuk sahur. Maaf! Ya, maaf! Aku hanya membayangkan. Selebihnya adalah doa dan ucapan selamat yang kudengung tanpa harus kau dengar.
Selamat sahur!!!
Apa pun keadaan langit di tempatmu membaca saat ini, untukmu yang tetap kembali padanya walau hati telah dilukai bertubi-tubi. Selamat! Berapapun angka yang ditunjukkan jarum jam di tempatmu saat ini, kau tahu dari awal dia tidak tertarik padamu namun kau tetap setia menunggu. Entah sayang atau dungu, begitu juga yang aku lakukan padamu.
Selamat! Apapun keadaan hatimu saat ini, apa kabarmu yang jauh di sana? Untuk yang sedang ingin menyerah, tapi tetap tak ingin pergi. Ubah nyata semua mimpi. Cinta bukan sekadar tukar kuota, ajaklah ke luar untuk saling mengutarakan. Jangan terus bersembunyi di balik pesan. Begitu awal niatku saat pertama kali tumbuh kala perjumpaan pertama kita yang tak sengaja itu.
Apapun yang sedang kau rayakan saat ini. Beberapa hati sering berharap tinggi atas pesan yang terkirim saat sahur. Alih-alih ingin membangunkan, malah hangus tanpa kejelasan. Kau akhirnya sadar kalau percuma saja punya rasa untuk dia yang selalu, untukmu, tak punya rasa. Berbukalah dengan kebahagiaan. Karena semua rasa; manis, asam, asin, pahit, sudah mati dalam sepi. Agar hatimu tak gampang kecewa.
Biar aku saja yang mati dalam sepi, karena hati ini memang sudah terbiasa tak ada yang mengisi. Ini adalah garis akhirku untuk terus berharap takdirku adalah kamu. Kita adalah dua garis lurus sejajar yang tidak akan pernah bertemu dalam satu persimpangan.
Selamat berbuka untuk petangmu nanti.
Dalam semangkuk es buah yang kau suguh untuk suamimu, yang telah kau aduk dengan manis bersama air mata dalam doa-doaku. Kau terpaksa melakukannya, sebab cinta; untukmu bukan di sana tempatnya.
Tenang! Gambar-gambar yang dulu kau pajang di kamarku kini masih tertata rapi. Pada saat-saat jenuh aku membersihkan debu-debunya walau debu di hatiku masih berserakan. Apalagi setelah aku mendengar kabar bahwa kau sementara mengandung anak kedua, sebentar lagi kau akan semakin bahagia dengan begitu repot melerai pertengkaran antara anak sulung dan anak bungsumu merebut mainan. Kadang lucu kalau dibayangkan, begitu juga aku yang dulu begitu repot memperebutkanmu dari pasangan yang sekarang, padahal jelas-jelas kita hanya dua hati yang jatuh cinta dengan cara yang kekanak-kanakan, bukan?
Tidak ada kemungkinan yang bisa kutakar dari kenangan. Hari berlalu sebagai kesibukan yang menyublim bersama udara untuk menyatu bersama namamu yang masih kuhirup di antara bianglala masa lalu. Berputar namun tak bergerak. Kau masih menjadi poros dari setiap langkahku yang mulai terbiasa menempuh perjalanan tanpa haluan. Sampai di suatu senja kita hanya bisa kembali teringat pada sebuah kelapa muda yang dicampuri susu dan es sebagai menu membuka segala perbincangan, dengan cinta yang kita nikmati dari sedotan yang sama.
Sekarang, selamat berbuka dengan suami dan anakmu.
Dialah sejatinya pemenang Dan, aku hanyalah pengenang. Memenangkan hatimu, mengenangkan cantikmu setiap kali bangun pagi sebelum beranjak dari impian-impian yang dulu pernah kita bangun, dan kini hanya lamunan yang menghantui malam-malam dalam kenang.
Ada atau tidak aku di setiap siang dan malammu, bukan berarti batal puasamu. Ada atau tidak kau di hidupku sekarang, bukan berarti musnah bahagiaku.
Jakarta, 31 Mei 2019
Satu lagi tulisan dengan tema dan gaya yang keren khas Itok Aman untuk lejeany.com. Pas juga momentnya untuk diturunkan, sebelum imsak hari ini hehe. Itok selalu tahu caranya membuat emosi naik turun dengan gaya yang khas. Terima kasih dear bro…
Salam dari Borong