Ikang Cara, Saung Lomak dan Hang Bongkar

Ikang Cara, Saung Lomak dan Hang Bongkar

Ikan(g) Cara : ikan Cara. Saya sudah berusaha cukup keras mencari tahu nama ilmiah, nama latin dan nama dalam bahasa Indonesia (juga bahasa Jawa-nya) tetapi tak berhasil  ditemukan.  Ada kesamaan dengan ikan bawal, tetapi kulit ikan bawal terlalu tebal dan aromanya tidak menyengat.

Hingga saat menulis ini saya juga belum pernah mendengarkan orang lain selain orang Manggarai (Flores) atau orang yang pernah tinggal di Manggarai yang membicarakan ikan fenomenal ini.  Bertanya kesana kemari termasuk kepada para nelayan dan penjual ikan, konon katanya spesies jenis ini adanya hanya di Manggarai (Flores). Semoga saja ikan cara tidak akan disamakan dengan komodo; binatang langka yang dilindungi. Hehehe.

Ikan cara adalah jenis ikan yang hidup di pantai-pantai Manggarai yang memiliki banyak terumbu karang. Di pasar, para penjual akan bilang, “Ikang cara wa mai Reok, sili mai Iteng agu sale mai Labuan Bajo (Ikan cara dari Reok (pantai utara), dari Iteng (pantai selatan dan/atau dari Labuan Bajo (pantai Barat). Tak pernah kudengar ikan cara dari Maumere, Enda atau dari Ngada; apalagi dari luar pulau Flores.

Apa yang istimewa dari si ikan cara?

Orang Manggarai otomatis akan punya jawabannya. Si ikan jika sudah kering aromanya akan sangat khas; menyengat. Saat sedang digoreng atau dibakar aromanya akan sampai ke gang tetangga. Kami se-rumah (seperti kebanyakan orang Manggarai) doyan makan dengan lauk ikan cara; ikan cara basah (segar) maupun yang kering. Ikan cara basah tidak terasa asin, dagingnya putih dan sedap. Anak-anakku akan makan dengan lahap, bahkan bisa menghabiskan tiga sampai empat ekor sekali makan.

Ikan cara kering jangan ditanya lagi. Asin sudah pasti, dagingnya yang sudah berubah coklat dan amisnya yang langsung keluar sangat menggugah selera makan.

Percaya deh, sepotong ikan cara akan menggagalkan semua upaya diet Anda. Ikan belum habis; karena biasanya dimakan seujung kuku sekali suap,  eh nasinya habis, maka nasi ditambah. Ikan habis, nasi masih ada di piring maka mari kita ngambil ikan lagi.   Begitu seterusnya. Perpaduan rasa asin dan bau amis yang khas bikin ikan ini sedap.

Sejak masa kanak-kanak, ikan cara menjadi lauk andalan yang bertahan lama. Ikan cara dimasukan ke dalam kaleng biskuit Konghuan , disimpan sebagai cadangan  ampuh  lauk istimewa saat tamu datang tengah malam (orang Manggarai selalu menyajikan makan untuk tamu yang datang dari jauh). Atau saat hujan turun, saat tak ada lauk lain dan saat malas menyiapkan teman nasi yang rupa-rupa.

Sewaktu ‘duat dodo” (budaya kerja kebun secara bergiliran), tuan rumah kebun biasanya menjadikan si ikan cara sebagai lauk. Murah meriah, pasti disukai semua dan yang utama kenyang dan puas. Untuk sementara sisihkan dulu pembicaraan dan diskusi tentang nutrisi. Hehe

Ada catatan lain tetang ikan cara

Setelah makan dengan menu ikan cara, Anda akan sedikit (banyak) repot. Pengalaman saya dan banyak lagi yang sepakat, setelah makan ikan cara jangan langsung minum air. Jika demikian, akan terasa aneh di mulut bahkan bisa menimbulkan rasa mual. Gosok gigi dan diam sebentar baru kemudian minum air. Tangan sebaiknya dicuci sampai benar-benar bersih untuk menghilangkan aromanya yang tajam. Perangkat makan juga mesti disabuni dengan “serius” dan bila perlu dikasi perasan jeruk nipis. Nah lumayan repot kan?  Meskipun demikian tidak ada yang kapok makan ikan cara.

Beberapa kali saya membawa ikan ini ke luar pulau. Acara membungkus oleh-oleh ikan cara cukup merepotkan dan rumit. Ikan cara mula-mula dibungkus dengan daun pepaya, lalu ditaburi tepung kopi. Di-plastikin, dibungkus koran, disiram tepung kopi lagi, bungkus plastik lagi baru kemudian dibungkus kertas. Jika tidak, aroma akan menguar kemana-mana dan kemungkinan ikan akan dideportasi saat pemeriksaan pertama di bandara.

Ikan cara bisa dibeli di Pasar Inpres atau pasar-pasar tradisional pada hari-hari tertentu di desa-desa dan kota kecamatan. Tidak lazim dijual kiloan (kecuali yang masih segar). Ikan cara  akan diikat, satu tali berisi lima sampai sepuluh ekor; kecil, sedang atau besar. Harganya bervariasi. Kalau saya,  biasanya akan membeli lima sampai sepuluh ikat. Ada juga penjual keliling menjajakan ikan dari rumah ke rumah atau kampung ke kampung. Ikan cara juga kadang dijajakan di kios serba ada, dipajang berderet dengan sabun dan bensin. Nah lho..tapi ini benar.

Untuk saya pribadi ikan cara asal Reo adalah favorit. Katanya itu karena ikan dijemur langsung di atas batu karang. Ikan menjadi kering karena panas matahari dan panas dari karang. Tentu saja ikan cara iteng dan Labuan Bajo juga enak..

Sahabat karib dengan saung lomak dan hang bongkar di meja makan.

Saung lomak is Manggaraian salad; sayuran khas orang Manggarai. Di bagian Flores lain juga ada tetapi namanya berbeda. Gampangnya dibayangkan sebagai sayur urap, meskipun tetap beda. Daun singkong muda, daun papaya, bunga papaya, buah papaya muda dan jantung pisang direbus. Semua bahan sayuran lalu dicampur dan diberi bumbu kelapa parut yang disangrai. Bisa juga menggunakan gilingan kemiri yang sudah dibakar atau disangrai. Rasanya sangat khas. Orang Manggarai diperantauan kerinduannya pasti sama dengan sayuran ini. Jika orang Manggarai mengadakan acara syukuran atau kumpul keluarga jarang sekali si saung lomak  ini absen.

Hang bongkar atau nasi jagung adalah beras yang dimasak bersama jagung dengan perbandingan (biasanya) beras sedikit lebih banyak dari jagung. Jika kualitas beras buruk, cita rasanya akan menjadi lebih baik karena kehadiran si jagung. Pada masa lalu hingga kurang lebih dua tahun lalu, alternatif nasi jagung ini populer atas nama menghemat beras. Sekarang alasan itu sulit dipakai karena harga jagung sudah hampir sama dengan beras. Jadi makan nasi jagung sekarang adalah soal gaya hidup, tidak lagi identik dengan  keadaan ekonomi.

Zaman sekarang banyak orang kembali ke nasi jagung karena alasan kesehatan, mengurangi kemungkinan diabetes atau karena sudah terkena diabetes. Untuk saya, nasi jagung ini sangat enak di lidah dan perut. Mungkin karena sejak kecil kami sudah akrab dengan nasi jagung.

Nasi jagung dimasak di sapo (tungku api kayu). Jagung giling direbus atau direndam dulu, atau kalau jagungnya masih relatif baru bisa langsung dimasak bersama. Setelah bulir beras dan jagung lembut dan mengering, nasi di-weles (disandarkan di tepi api) sehingga bagian samping periuk matang. Ada kerak-keraknya yang terasa enak.

Menu favorit di rumah kami adalah hang bongkar, saung lomak dan ikang cara plus nggurus bèrak (huruf ‘e’ dibaca seperti e pada kata Belanda; untuk tidak menimbulkan salah kaprah). Ini sungguh menu spesial. Ada kawan lainnya yakni  sambal mentah campuran dari cabe padi (paling pedas dari semua cabe yang saya kenal), bèrak (tomat ceri), irisan jeruk nipis dan garam.  Anggota keluarga duduk bersama di lantai rumah papan dekat tungku atau mengelilingi meja makan; makan bersama. Dan semua dimulai seperti yang dinyanyikan nana llo Djeer: neka hemong tanda panggol.

Terima kasih Tuhan untuk ikang cara, saung lomak dan hang bongkar.

=============== Salam dari Borong ===============

Satu lagi tulisan dari k Lila Jehaun untuk lejeany. Pas sekali diturunkan dimusim hujan seperti sekarang. Hujan, kopi, nasi bongkar panas, lomak dan ikan cara adalah lethal combination untuk hadapi hujan dan menghancurkan niat diet. Hahaha. Terima kasih k Lila. Foto ikan cara milik adik ipar k Lila, Yovie Jehabut

Komentar