Kesehatan Mental Kita

Kesehatan Mental Kita

Tanggal 10 Oktober setiap tahun sejak 1992, diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini dimulai sejak kesadaran dunia tentang kesehatan mental dunia semakin tinggi. Kesehatan mental di dunia yang semakin modern adalah sebuah keharusan. Saat ini dunia bersama menyadari bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

Dunia saat ini menuntut manusia untuk bergerak cepat, tidak peduli beban yang sedang dipikulnya. Semua akan terus berjalan dengan atau tanpamu;  mungkin demikian gambarannya. Beradaptasi dan bertahan atau ditinggalkan, ini adalah pilihannya. Namun tidak semua orang memiliki kekuatan mental yang cukup untuk beradaptasi dan bertahan. Kekuatan mental (merangkum dari berbagai sumber) adalah kondisi batin yang tenang, nyaman dan tentram sehingga bisa menjalani hidup sebagai pribadi dan makhluk sosial dengan asik. Anak jaman sekarang bilang anti galau dan tidak rapuh jalani hidup.

Mental yang kuat untuk bisa menjalani kehidupan dengan asik tidak mudah didapat. Menghadapi kehidupan pribadi dengan segala kompleksitas perasaan saja sudah cukup rumit. Belum lagi ditambah dengan tekanan dari kehidupan sosial dan kondisi lingkungan yang sulit ditebak. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 mengatakan bahwa 19 juta penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta mengalami depresi. Ini masalah serius.

Apalagi sejak pandemic Covid tahun 2021, tekanannya bukan hanya tentang menjaga kesehatan fisik tetapi juga bagaimana bisa bertahan untuk tetap waras. Kematian orang-orang disekitar dengan cara yang dilakukan virus corona tentunya bukan sesuatu yang mudah untuk dihadapi. Apalagi ketika harus bertahan hidup dengan kenangan akan kematian dan ketakutan terinfeksi virus. Hal ini berdampak pada bertambahnya jumlah  orang yang mengalami gangguan kesehatan mental.

Tekanan hidup jaman sekarang sepertinya semakin berat.

Bukan lagi hanya soal bisa makan atau tidak setiap harinya tetapi juga kebutuhan akan pengakuan. Eksistensi menjadi urusan yang penting dan genting. Dunia berkembang dengan sangat pesat; secara nyata dan maya. Tuntutan yang diminta media sosial menimbulkan persaingan dan tekanan di dunia nyata. Tentu saja ini berat ketika harus memenuhi standar dunia maya yang penuh drama ke-kehidupan nyata dengan realitanya. Mental harus benar-benar tangguh supaya hidup tetap asik. Dunia modern  butuh manusia dengan mental yang kuat.

Kesempurnaan adalah yang dikejar oleh manusia modern; fisik, karir dan kehidupan sosial (nyata atau pun maya). Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri kemudian menimbulkan kecemasan, ketakutan dan depresi. Ketika ini tidak bisa diatasi kemungkinan akan berujung pada gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan tidak lagi hanya sebatas pada mereka-mereka yang berjalan tanpa arah dengan penampilan awut-awutan. Atau mereka yang berteriak dan bersikap tidak terkendali. Gangguan kejiwaan sudah dimulai ketika manusia tidak lagi bisa mengontrol kesimbangan rasa, pikir dan perilaku. Semakin subur terlihat orang-orang yang melakukan apapun agar tetap bisa exist saat ini. Semua berlomba untuk mempertontonkan keberadaan dan kehebatan.

Dunia nyata cakupannya hanya sebatas kelompok doa mungkin atau paling luas ya…se Kabupaten. Tetapi dunia maya menjanjikan panggung yang sangat luas dan semua orang boleh menggunakannya. Batasannya hanya tentang bisa tersambung ke internet atau tidak. Penting untuk peka terhadap mereka yang memiliki kecemasan berlebih akan kehidupan sekarang ini. Terkadang hal sepele bisa memicu munculnya ketakutan dan depresi. Pada banyak cerita itu semua berujung pada menyakiti diri sendiri atau orang lain. Angka bunuh diri terus meningkat, bahkan lebih banyak pada anak remaja. Berdasarkan data yang dikeluarkan UNICEF, diperkirakan terdapat lebih dari 1 dari 7 remaja berusia 10-19 tahun di dunia yang hidup dengan diagnosis gangguan mental. Setiap tahun, tindakan bunuh diri merenggut nyawa hampir 46.000 anak muda – tindakan ini adalah satu dari lima penyebab utama kematian pada kelompok usia itu. Nah serius sekali kan.

 Ketika dilihat kembali, sederhana saja alasannya. Tidak kuat menghadapi gunjingan tetangga, tidak boleh pindah ke sekolah yang diinginkan, tidak punya hp android, dan lain lain yang sepertinya tidak cukup kuat untuk jadi alasan mengakhiri hidup. Banyak orang yang masih sangat yakin penilaian dan standar sosial jauh lebih penting dari kenyamanan pribadi. Tetapi standar dan titik start kita untuk semua hal tidaklah sama; bukan hak kita juga untuk menilai dan menghakimi.

Peka adalah tugas kita.

Seharusnya bisa merasa ketika seseorang menarik diri dari pergaulan. Sibuk bicara kadang membuat kita tidak menyadari tatapan kosong dari salah seorang teman dalam ramainya obrolan. Fokus pada trend terbaru membuat kita luput melihat postingan bernada putus asa kawan di beranda media sosial. Kecemasan dan ketakutan yang disampaikan orang lain kadang terasa lucu atau bahkan terkesan remeh; padahal itu teriakan untuk tidak diabaikan. Klaim sebagai manusia modern kadang membuat kita sibuk di dunia maya dan mengabaikan kehidupan nyata dan orang-orang disekeliling.

Gangguan jiwa bukan lagi tentang teriakan  dan penampilan berantakan. Gangguan jiwa sekarang ini tentang  ketidakmampuan membedakan kehidupan nyata dan khayalan. Mengkayal lalu bercerita seolah itu nyata. Gangguan jiwa saat ini juga tentang  kecemasan yang berlebih akan kegagalan dengan standard yang semakin rendah. Juga tentang menyakiti orang lain yang “posisinya” lebih rendah agar diakui sebagai sebagai yang lebih berkuasa; pelecehan seksual pada anak dan perempuan misalnya. Para pelaku sebenarnya butuh validasi untuk keberadaan dan kemampuannya; dengan cara yang bisa dibilang biadab.

Kita tidak perlu menunggu seseorang berjalan tanpa arah dengan penampilan berantakan untuk tahu dia mengalami gangguan kejiwaan. Jaman berubah, definisinya tetap sama;  ciri dan pola gangguan kejiwaannya yang mungkin berubah.

Tugas kita hanyalah menjadi lebih peka dan terus  melihat hidup sebagai sebuah proses yang berjalan dengan asik. Asik untuk tetap waras sebagai pribadi dan asik ketika menjadi bagian dari masyarakat.

Salam dari Borong

Tulisan ini dibuat untuk peringatan pribadi  Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022. Juga untuk semua yang sedang berjuang melawan banyak kecemasan tanpa bisa bicara terlalu keras. Please speak up, kalian tidak sendiri.

Komentar