Bila Kau Izinkan

Bila Kau Izinkan

Mari melepas gengsi dalam diri kita masing-masing. Bila masih belum mampu melupakan masa lalu, beristirahatlah sejenak. Kopi di mejaku masih hangat menantimu dalam sebuah perbincangan tentang bagaimana hubungan kita ke depan. Bila rasa sakit oleh kepahitan di masa lalu masih belum mampu kau hempaskan, beristirahatlah sejenak. Kopiku masih tetap  sama, hangatnya bisa kau jadikan penawar rasa. Bersandarlah di pundakku bersama resahmu, aku masih terlalu kuat untuk dipatahkan.

Bila kau izinkan mari membuang sungkan dalam perasaan kita masing-masing. Bila masih belum bisa melupakan segala kenangan yang menyakitkan, beristirahatlah sejenak. Ada kala cinta butuh menepi dari kebisingan serupa jalan perkotaan, beranjak dari keramaian menuju kedamaian. Sebab cinta butuh ketenangan pada waktunya dari hati yang melelahkan akibat mencintai tanpa kepastian. Jangan bersedih! Hentikan ratapanmu!

Tanggal berganti angka, bulan berganti bulan, musim berganti musim, hari-hari semakin mengantar kita melabrak waktu perlahan menuju tua, sudah sekian tahun kita jalani bersama. Naik puncak, turun lembah. Kita jalan bersama. Bertukar cerita tentang siapa yang pernah paling kita cintai, tentang siapa yang paling menyakitkan kala mencintai. Kau sengaja menceritakan segala prestasi yang pernah kau raih di masa lalumu yang sekadar kau jadikan pengalihan isu atas perasaanmu yang sekarang. Aku adalah telinga yang setia mendengarnya bersama hati yang masih meletup rasa tertutup.

Hentikan segala ceritamu! Kau sengaja menceritakannya sebagai pelampiasan dari residu patah hati yang pernah kau dapatkan. Kau mencintaiku, hanya saja gengsi yang membuatmu sungkan mengatakannya. Bibirmu terlalu cepat lancang berbicara menganggapku sebagai kakak namun suara hatimu menginginkanku sebagai kekasih. Kau terlalu merepot diri untuk sibuk mencari cinta yang jauh, padahal kau mengabaikan aku yang terdekat. Berdiri tepat di sampingmu hanya sebagai pengisi kekosongan.

Kau cantik….

Kau seksi….

Bagaimana mungkin kau bisa mencintai hanya karena alasan rupa? Bukan! Itu bukan cinta.

Bila hanya puji-puja yang kau nantikan dari seseorang untuk membawakan kepadamu sebingkis cinta. Kau hanya terobsesi oleh apa yang kau lihat dengan kedua bola matamu. Sungguh disayangkan! Kau menutup mata hatimu untuk tidak melihat aku yang mencintaimu seadanya. Bila memang demikian, kau tidak akan bisa mencintai Tuhan yang tiada rupa.

Andai kau bertanya, mengapa aku mencintaimu? Aku hanya bisa menjawab dengan; entah. Sebab cinta tak butuh alasan, intinya kau bisa menemukan kenyamanan dari beragam sisi perasaan. Mencintai bukan karena seragam tapi beragam. Bukan sebab persamaan melainkan perbedaan. Kita memang tak sama, namun dalam cinta kita tidak berbeda.

Bila suatu nanti aku tak mampu membahagiakanmu, kau tidak perlu takut. Bila suatu nanti kau tengah meratap hati yang patah, usah kau bersedih. Mataku siap untuk menangis bersamamu. Selalu ada di sampingmu, menemani, melindungi, kelak kau akan paham mengapa Tuhan membiarkanku bertahan hidup lebih lama, sebab kau adalah alasan utama yang paling menguatkan. Semoga saat kau merasa hampa, kau kedinginan. Senyum dan pelukku akan menenyenangkan, belaianku akan menenangkan.

Dan bila kau ragukan hadirku, maka pelukanku akan menjawab segala rimbun pertanyaanmu. Sebab tiada definisi pelukan yang paling nyata selain mengusir dingin paling menggigil, meredam panas paling membara. Menghadirkan lembab yang tak biasa di antara nuansa hati yang paling kering dan paling basah. Sebab tiada maksud yang paling nyata dari pelukan selain membakar rindu maha menusuk saat semuanya berlalu dalam kenang. Seperti yang terbuang bersama alir gemercik air yang tak mungkin kembali ke hulu.

Menciptakan pelukan sama dengan menciptakan barisan kenang.

Sebab kenangan tak seperti siluet senja yang pergi dan kembali untuk esok pun besok.

Bila kau bertanya; mengapa aku tak pernah bersedih. Aku hanya bisa menjawab dengan menyentuh dadamu. Bagaimana mungkin aku menangis bila kau adalah alasan paling tepat untukku bahagia? Kemudian kau perlu membuka dadaku sebagai cara yang paling empuk tuk temui kepastian atas nama kejujuran. Niscaya kau akan paham bahwa aku bukan hanya lihai meraba-raba dalam kegelapan, aku juga seorang lelaki separuh baya yang merangsang ragamu oleh letup bibirku kala mengecup atas nama pengorbanan.

Kemudian dari pada itu, kau tak henti-henti mengucap jatuh cinta berkali-kali, memberi ragamu pasrah berulang kali. Maka aku akan mengangkat tanganmu pelan-pelan, membelai daguku, menelusup di bawah pohon telingaku, menyisir pelan rambutku. Mengangkat jemari ke angkasa, bahwa gemintang yang menabur cahaya bersama rembulan perlu tahu; kita adalah penakluk tungau-tungau kegelapan.

Tak perlu kau bertanya-tanya tentang aku yang begitu mencintaimu. Sungguh kau adalah puisi dalam jiwaku yang mengajak jemari menarikan pena di atas kertas merajut kata yang berserakan di pinggiran jalan yang kutempuh menjadi puisi terindah tentangmu.

Kau adalah satu yang paling utuh dari puisi-puisi yang kutulis.

Tersebutlah kau sebagai kelopak yang kutemukan saat tatapku lekat pada indah bola matamu. Demikian keadaan yang tak sengaja kau ciptakan saat kau masuk dan merasuk jiwaku. Aku ingin kau menjadi milikku, aku ingin menjadi milikmu. Aku ingin menjadi jiwa dalam ragamu.

Aku….

Ingin….

Kita saling memiliki.

Bila kau izinkan, jangan biarkan jiwaku meronta saat kau dalam pelukan lain.

Biarkan aku menjadi kekasih cinta terakhir dalam hidupmu. Kelak kau akan kubawa pulang sebagai kado terindah persembahan untuk Ibuku.

Pada katup mata abadi, engkaulah yang akan membelai pejam mataku, memberi pelukan terakhir sebelum para malaikat menjemputku.

Ada beberapa bintang yang jatuh, tapi hanya satu yang mendekatiku

Tanyaku pada malam, kaukah itu?

Sebab aku mendambakanmu.

====== Salam dari Borong ======

a foto by Jimi Wadu
Sunset di Darmaga Borong a foto by Jimmy Wadu

Artikel ini adalah satu tulisan dari folder cerita Itok Aman yang ditulis di Tangerang Selatan, 01 November 2018. Lagi-lagi bercerita tentang cinta yang tak tergapai. Gaya menulis yang khas membuat cerita pedih tidak menjadi cengeng.

Komentar