Tentang Standar Perubahan

Tentang Standar Perubahan

Matahari terbit di pantai Mbolata.
Foto by Relis Sarong @Pantai Mbolata Juni 2021

Sudah masuk akhir Maret 2022.

Memasuki jam-jam refleksi, introspeksi, dan kemudian menyusun resolusi untuk trimester kedua tahun ini. Segala jenis –si dalam barisan ini biasanya emang menumpuk dipertengahan sampai dengan akhir bulan atau akhir pembagian waktu yang disepakati dengan diri sendiri. Seperti segala sesuatunya di bawah kolong langit ini, yang pasti adalah perubahan. Ada standard yang sudah ditetapkan diawal tahun dan berharap ketika akhir tahun standarnya tercapai, ada yang hal yang bergeser dari titik start; berubah. Tentang apa saja.

Yang paling nyata terlihat adalah perubahan fisik.

Gemuk, kurus, tinggi, pendek, cantik, ganteng dan deretan panjang standard fisik lainnya. Tidak perlu susah-susah berpikir atau polling pendapat di media sosial untuk melihat perubahannya. Untuk banyak kasus bahkan perubahan fisik sering sekali disembunyikan agar tidak dibahas; mari membentuk barisan untuk ini hehe. Kasus yang saya maksud disini terutama adalah perubahan berat badan; asli ini momok yang menakutkan untuk banyak orang.

Standard ideal yang dibentuk secara sosial menyebabkan berat badan ideal itu menjadi sangat paten, padahal kalau mau realistis banyak hal yang bisa jadi memang sudah seharusnya demikian. Masalah hormonal, usia dengan metabolisme yang melambat, faktor genetik dan jumlah serta jenis makanan favorit adalah beberapa faktor yang menyebabkan badan cenderung melebar. Standar “pelebaran” yang kemudian disangkutpautkan dengan estetik membuat kompromi semakin sulit. Apalagi untuk kaum hawa.

Resolusi awal tahun, selain pencapaian-pencapain pribadi terkait kehidupan, kebanyakan adalah agar standard fisik bisa sedikit mendekati standard ideal secara sosial. Ini resolusi yang cukup berat. Apalagi jaman sekarang ketika segala sesuatunya dibentuk dan ditentukan di dunia maya, dunia nyata harus banyak-banyak urut dada.

Ikut arus atau tergerus, berusaha bertahan sekuat tenaga untuk tetap realistis tetapi pengaruh media sosial yang dikonsumsi setiap hari susah juga ditampik. Dunia nyata seolah terjebak dalam pusaran arus yang dibentuk dunia maya. Ketika ramai-ramai netizen bersepakat bahwa standard pelebaran badan adalah sekian karena itulah yang estetik, maka itulah kebenaran.

Tidak peduli anda sekolah kesehatan dan tahu banyak hal secara teknis, pendapat di media sosial adalah yang benar. Buang-buang waktu dan energi berdebat tentang teknis dan standard secara kesehatan dan anatomi tubuh. Andai saja ada juknis tentang berat badan pun akan gugur pada kalimat pengantar ketika harus melawan arus media sosial. Yes…sekejam itu emang media sosial jaman now.

Pilihannya kembali kepada masing-masing, ikut arus secara logis atau melawan sekuat tenaga dan kehabisan energi. Penilaian tentang capaian baiknya dilaksanakan secara pribadi, tentu saja dengan mengabaikan penilaian lingkungan yang sudah berjalan sepanjang waktu. Apapun perubahan yang sudah terjadi, yang berlalu wajib dihargai. Menilai perubahanpun ada etikanya, minimal tidak merusak standard diri.

Menilai perubahan itu harusnya dilihat dari titik awal, titik dimana semuanya dimulai.

Ketika melihat perubahan gemuk dan kurusnya diri, maka sebaiknya yang dipakai sebagai pembanding adalah ukuran tubuh diawal. Akan sangat tidak asik kalau sampai membandingkan bentuk dan berat tubuh kita hari ini  dengan berat dan bentuk tubuh tetangga. Rumah tangga berbeda, selera dan jenis makanan yang dikonsumsi berbeda, tingkat stress dia dan kita juga berbeda, apalagi kalo harus membandingkan soal ekonomi. Kacaulah dunia persilatan. Walaupun kita berada dalam lingkungan yang sama tetapi tetap saja untuk banyak hal standarnya sudah pasti beda.

Ayolah….tidak usah berdebat soal ini. Akan tidak masuk akal, mau dilihat dari sudut pandang manapun.

Maka yang saya lakukan hari ini adalah membuka album media sosial pribadi. Abaikan foto-foto artis dan teman-teman yang di dunia nyata dan dunia maya sudah keren; focus pada diri sendiri saja.

Hasilnya? Fix…resolusi untuk bentuk tubuh ideal secara sosial tidak maksimal tercapai tetapi secara kesehatan masih ok. Anak Ruteng bilang, “Tama sehat iteee…”

Terima kasih untuk kesehatan dan banyak capaian baik lainnya di trimester awal 2022.

Bulan-bulan selanjutnya di 2022 harus lebih baik tetapi tentu saja tetap harus reallistis, karena resolusi atau tuntutan untuk pribadi biasanya akan banyak kompromi juga. Hehe. Bagian sederhana dari realistis adalah sering-sering menengok KTP untuk meyakinkan diri bahwa metabolisme tubuh emang sudah mulai melambat.

Kita mulai di titik start yang berbeda dengan standar yang juga tak sama; jangan menuntut berlebih.

Kopi “kampong” yang diseduh di rumah pas akhir pekan emang selalu nikmat.

Salam dari Borong

Tulisan ini pernah dimuat di Derana.id dan diperbaharui pada beberapa bagian untuk diturunkan kembali disini

Komentar