Selamat Natal Mama Ein

Selamat Natal Mama Ein

Ketika kita sayang sama seseorang, banyak hal yang kadang menjadi tidak riil. Sebagaian dari kita  bahkan menolak realita dan rasa sayang adalah alasannya.

Rafa suatu hari diawal tahun 2012 pernah bertanya  “Mama, mama Ein su tinggal sama Allah sekarang ka? Allah tidak mau mama Ein sakit terus ka makanya Allah panggil mama Ein tinggal dengan Dia?”

Ein bukan cuma sahabat buat saya tapi juga mama buat Rafa dan adik buat k Alle.

Banyak sekali kenangan indah saya bersama Ein. Sebagian besar lembaran hidup diisi dengan cerita bersama dia. Sekolah lalu kuliah di Bogor dan sering bolak balik Jogja atau Surabaya bersama-sama, sampai dengan saat-saat terakhirnya. Lembarannya banyak sekali dan ceritanya abadi

Erlin Lambo
Erlin Lambo

Jadi ingat telepon-telepon tengah malam atau siang hari, tanpa peduli biaya interlokal Surabaya-Bogor saat itu,

“Jean…pi Jogja yuk,” atau

“Ein, besok sa juga ikut ke Jogja e, tapi sa trada uang buat pulangnya. Ada ide?”

Lalu dengan ceria dia akan bilang, “Kita ketemu di stasiun e, sa su di Jogja. Aman uang pulang, saya punya bulanan su masuk. Nanti pas ko punya bulanan su masuk baru kita atur ulang.”

Selalu penuh kejutan, keceriaan dan kadang kenekatan; yang kalo diingat sekarang terasa “bodoh” tapi saat itu semuanya baik dan asik-asik saja.

Curhat dan banyak drama yang rasanya urgent sekali saat itu; sambil tertawa, kadang sambil meringis atau menangis. Tetapi bersama Ein hasil akhirnya akan tetap sama; keceriaan.

Konspirasi dengan ide-ide gila dan kocak biar bisa keluar dari liburan yang membosankan di Surabaya. Cerita karangan penuh drama untuk para mama supaya tidak dimarahi karena meninggalkan jam kuliah untuk pesta adong atau sekedar main ke Jogja atau Surabaya.  

Ketika saatnya liburan, biasanya kita akan janjian untuk pulang sama-sama ke Ruteng. Naik kapal atau bus bareng atau ketemuan di Ruteng karena jadwal mulai libur yang berbeda

Jadi ingat komentarnya Bapa kalau kami sudah dandan cantik dan  janjian mau jalan-jalan,

Hios kole lakod ga ,kud bae lata kole libur ise enu,”  (Enu dorang sudah mulai jalan-jalan supaya orang-orang tahu mereka pulang libur).

Omelan Bapa tentu saja dengan wajah tidak enak  karena rumah yang belum selesai dibereskan tetapi kita berdua akan menanggapinya dengan senyum cantik siap action tanpa beban.

Sampai kemudian kita sama-sama pulang Ruteng, karena kuliah yang akhinya selesai.

Masa-masa awal Ein sakit semuanya masih berasa enteng. Dia yang sakit tetap tegar dan merasa itu biasa saja; seperti flu yang jadi langganan kalau pas kita di Ruteng.

Tiap dua hari kami berdua akan berjalan kaki dari rumah Hombel ke Puskesmas Kota (jaman itu Puskot masih di dekat lampu merah Penjara lama) untuk ambil obat. Jalan pulang akan ditempuh dengan ceria dan cerita yang tidak pernah selesai tentang banyak hal. Perjalanan pulang akan diisi dengan mampir makan bakso dulu atau langsung ke rumah Tenda untuk tidur siang atau ke rumah Hombel untuk ngobrol sampe ketiduran. Jalur pulang diusahaan tidak sama dengan jalur pergi, supaya tidak bosan katanya.

Kami tidak pernah mendiskusikan sakit itu sebagai sebuah penyakit yang punya kemungkinan membawa kematian. Sakitnya dalam  obrolan kami adalah bentuk kekeliruan pola hidup yang sangat amat mungkin bakal sembuh total. Obrolan tentang sakit adalah evaluasi tentang jam begadang yang berlebihan. Juga tentang kumpulan sahabat perokok yang kadang suka tidak tau diri; datang untuk curhat tentang perjalanan percintaan rumit dan sekolah yang semakin hari semakin membosankan; sambil merokok.

“Padahal kan mereka punya sekolah jadi rumit karena uang sekolah dipake untuk beli rokok dan traktir itu perempuan matre dorang to Jean. Kita yang dengar curhat dan yang isap asap rokok, itu perempuan dorang makan enak di McD dan pi dugem,“ dia akan mengomel panjang lebar tetapi semua yang kenal Ein tau bahwa itu tidak serius.

Lalu kemudian semua curhatan dan kebodohan para sahabat dan kami sendiri di jaman itu akan kami ceritakan kembali dengan tawa,  sampai lupa ada banyak batuk yang mengiringi beberapa kalimat. Keceriaan itu tidak pernah hilang. Narsis itu juga tetap eksis

Entah kenapa pengobatan pertama gagal dan harus dilanjutkan dengan pengobatan kedua dan selanjutnya

Dia adalah yang selalu hadir dalam hampir semua episode penting hidup sahabatnya.

Ein tipe sahabat yang logis dan sangat positif, dia selalu baik sama semua orang. Dia tipe sahabat yang bakal membela temannya kadang tanpa perlu tahu cerita secara utuh.

Sejak mama sakit sampai akhirnya pergi, Ein selalu hadir dengan banyak cara; cerita, pelukan dan tangis bersama.

Kisah romantic yang kemudian gagal;  Ein selalu ada sejak proses awal. Dengan batuknya, topi dingin dan songke dilengkapi dengan cerita cerianya di malam itu, sampai kemudian semua harus berakhir. Lalu sakit itu semakin memburuk dan seharusnya dia mendapat penjelasan lebih. Tetapi tidak ada pertanyaan selain pelukan. Walaupun ada kesadaran bahwa dia juga lelah dengan banyaknya pertanyaan. Sebagai orang terdekat dia tidak banyak menuntut; dia hanya selalu bilang,

“Kau paling tau yang ko mau Jean, yang penting ko senang saja. Buat saya sih itu saja yang penting. Kita pi RB mai su,”

Untuk banyak keputusan kontroversial dan tidak biasa yang saya ambil dalam kehidupan Ruteng yang terkenal “adem” dia hanya akan tertawa sambil bilang,

“Karena ini Jeany sa tidak kaget.  Hahahaha,”  lalu kami akan tertawa bersama. Kadang sambil pegangan tangan atau sekedar duduk bersama tanpa suara ketika dia terlalu lelah dengan batuknya. Tanpa tanya yang terucap, hanya pelukan sayang dari seorang sahabat. Ini yang membuat dia beda dengan posisi tidak tergantikan dalam persahabatan.

Kemudian anak-anak lahir.

“Kita harus jadi ibu-ibu yang gaul Jean, jangan sok tua. Biar sudah punya ada anak, kita harus tetap cantik, menarik dan eksis.”

Ini pernyataan yang paling sering saya dengar dari seorang Ein tentang menjadi seorang mama, apalagi kalau pas dia ke rumah dan saya masih dengan baju tidur kedodoran setelah jam 10 pagi. Jangan coba tampil terlalu wah juga, komentar pedas akan mampir dengan sukarela.

“Itu warna lipstick tidak cocok sama kau eh, ko macam abis kena pukul. Pake warna fresh ka, supaya selalu segar muka. Yang penting pelembab Jean, biar hanya pake bedak bayi abis itu. Tir perlu kop lipstick yang macam tanta-tanta tuh.”

Ups….. untuk yang tidak biasa ini adalah hantaman telak di batang leher, tetapi buat kami ini adalah pintu masuk untuk obrolan seru tentang ini dan itu

Dan itulah dia, mama yang selalu asik untuk para sahabat dan anak-anak kami.

Mama Ein….

Kita tetap buat pesta adong setiap Valentine;

Tetap berburu baju RB yang asik untuk mama-mama gaul;

Kita  tetap berbagi cerita tentang hidup, rumah tangga dan sakit itu;

Semua juga tetap sama; selalu dibalut keceriaan.

Ein selalu bisa buat kita lupa kalo dia sakit.

Dia selalu dalam keadaan ceria, dengan cerita-cerita positif tentang kesehatannya.

“Sa su lebih ok Jean, hanya harus rajin minum vitamin dan banyak latihan jalan,”

Di suatu pagi ketika di muncul dengan baju kantor lengkap dan ngos-ngosan lalu saya mengomel panjang lebar,  dengan susah payah dia bilang,

“Sa harus masuk kantor e, kasian mereka kerjaan lagi banyak. Lagian kan sa harus olahraga juga, biar yang ringa-ringan saja. Naik turun  tangga di kantor itu sap olahraga su to Jean. Aman saja, sa malah pusing dengar kop mengomel.”

Atau sebuah telepon mengagetkan di suatu pagi,

“Sa masak entar siang em, makan di sini. Kau harus dengar ini cerita.”

“Sejak kapan ko bisa masak? Hahaha”

“Hae…su lama. Tapi semakin jago sejak tadi karena sa pikir ko harus datang sini dan dengar sa cerita. Hahahha. Sa tidak bisa keluar, terlalu dingin. Jangan terlambat ntar e, sa tunggu ko makan. Ingat sa harus minum obat.”

Sampai akhirnya yang paling menyakitkan; harus melihat Ein di RS.

Terbaring lemah dengan selang infus dan oksigen. Suara lemah terengah-engah dengan latar suara mesin RS.

Tidak boleh menangis depan Ein, karena dia sendiri sudah sangat tegar, ini yang paling menyakitkan.

Ein tetap Ein

“Jean, klo kerja jangan terlalu cape. Kalau lembur minum vitamin e. “

“O ya, jangan kasi Rafa terlalu banyak paracetamol, nanti kasian diap fungsi hati,; kalo dia panas kompres saja dulu.”

“Ein, kau yang sakit…” dan kalimat ini tidak pernah selesai karena air mata lebih banyak turun dan saya harus lari keluar  untuk menghindari lebih banyak omelannya dan melihat dia semakin kesulitan bernafas.

Sampai akhirnya, di suatu sore ketika kami berdua di kamar RS yang menyebalkan itu dan dia bilang,

“Jean, sa cape”

Ein, sa sayang kau. Sa hanya mau bilang, “Sok hau e…..”

……………………………………………………..

Selamat Natal dan Tahun Baru Marselina Siti Lambo; our dear Ein

Bagaimana cerita Natal di surga?

Tuhan  selalu kekurangan malaikat sepertinya, itu alasan Dia selalu mengambil yang terbaik dari bumi untuk menjadi bagian dan memperindah surga.

Sungguh beruntung karena surga memiliki malaikat cantik sepertimu.

Kau sudah memberi dasar yang kuat buat semua yang mencintaimu dengan ceria dan sayang yang kau tinggalkan, maka tinggalah dengan-Nya dalam damai sahabat tersayangku.

============== Salam dari Borong ==============

Tulisan ini dikirimkan sebagai kenangan oleh FB di penghujung tahun 2022. Salah satu kehilangan yang mendewasakan adalah kehilangan sahabat. Kau harus terbiasa memendam cerita karena banyak telinga yang bersedia mendengar terkadang hanya ingin punya topik obrolan di tempat lain. Tidak semua orang perlu tahu detail kebutuhan, ceria dan laramu.; percayakan hanya pada yang kau yakini tulus.

3 Comments

Komentar