Kenapa Menikah?

Kenapa Menikah?

Kenapa Menikah?

Salah seorang teman pernah menanyakan hal ini pas lagi ngumpul. Sempat ada jeda sebelum kemudian semua berebutan menjawab. Pertanyaan ini keluar ketika topiknya adalah tentang pilihan hidup.

Pertanyaan ini terdengar sederhana saja tetapi  pasti akan butuh waktu berpikir sebelum menjawab. Bahkan untuk yang sudah menikah dengan usia pernikahan lumayan lama.

Setiap hari dalam hidup adalah pilihan; sejak sadar dipagi haripun sudah harus memilih. Tetap bernafas atau menghentikannya, rebahan dulu atau langsung bangun, main hp atau ke toilet dulu.

Semakin dewasa, pilihan hidup menjadi lebih kompleks. Bukan sekedar tidur siang atau tidak; mengerjakan PR atau nonton pertandingan bola di lapangan dekat rumah.

Salah satu pilihan yang cukup berat ketika sudah memasuki usia matang (terutama secara sosial) adalah menikah. Memasuki usia-usia tertentu menikah bukan hanya tentang kesiapan organ reproduksi.

Banyak alasan orang menikah.

Jatuh cinta, menikah, membangun rumah tangga dengan segala ikutannya adalah pilihan hidup yang diambil oleh sebagian besar manusia. Menikah seharusnya adalah pilihan sadar yang diambil secara matang. Kematangan ini mungkin adalah alasan kenapa sebaiknya menikah dilakukan setelah cukup dewasa. Selain organ reproduksi yang belum siap, pernikahan dini berpotensi menimbulkan goncangan yang tidak perlu disemua lini dan dari seluruh penjuru mata angin.. 

Urusan sebelum, saat dan setelah menikah tentu saja adalah urusan pribadi setiap insan. Tetapi pertanyaan “kenapa menikah?” sepertinya menarik untuk dicari jawabnya.

Tanpa bermaksud sok tau, saya kemudian merangkum beberapa cerita, curhat, dan bacaan; dengan bumbu pendapat pribadi tentu saja. Hehehe

Cinta

Alasan klasik nan romantis ini adalah alasan paling umum untuk menjawab pertanyaan, “Kenapa menikah?” Prosesnya juga standard;  jatuh cinta (tersungkur dan tak bisa bangun) lalu mengikrarkan janji sehidup semati. Membina hidup berdua, , menambah anggota keluarga dan menyesuaikan diri dengan keluarga besar dari dua belah pihak. Dengan proses-proses standar lainnya.

Daniel Bedingfield bilang, “Cause I love you, whether it’s wrong or right,” mau benar atau salah, intinya cinta. Benar atau salah itu relativitas yang bisa diperdebatkan ketika konteksnya adalah cinta dan pernikahan.

Tantangan tentu tetap ada seberapa besarpun kadar cinta yang dijadikan alasan untuk menikah. Menyatukan dua manusia  dengan latar belakang budaya, keluarga dan pribadi tentu bukan hal mudah walaupun direkat dengan cinta yang sangat banyak. 

Kodrat sebagai makhluk yang harus berpasangan

Pilihan menikah kadang juga diambil  untuk memenuhi salah satu kodrat sebagai makhluk ciptaan Tuhan; yang (sebaiknya/seharusnya?) berpasang-pasangan. Sebagian orang merasa bahwa kodrat sebagai makhluk berpasangan itu harus dipenuhi. Caranya ya tentu saja dengan menikah. Tapi kadang ketika sudah memasuki masa-masa sulit alasan ini menjadi terlalu rapuh untuk tetap dijadikan pegangan.

Tuhan memang menciptakan manusia berpasangan. Tetapi tentu saja Dia tidak ingin kita menjadikan alasan itu sebagai pembenaran untuk keputusan buru-buru  yang mungkin berakhir pada rasa tidak nyaman.

Status

“Wah, lama tidak ketemu. Sudah jadi Nyonya siapa sekarang?”

“Kemaren akhirnya menikah dengan gadis darimana?”

 “Maaf pak/bu, untuk kolom status ditulis bagaimana?”

Itu adalah contoh-contoh pertanyaan yang cukup menganggu pada saat tertentu; terutama saat kita belum menikah. Bahkan bukan hanya lingkungan sosial yang menuntut untuk punya status pernikahan; birokrasi dan tetek bengeknya juga menuntut dengan cukup keras. Saya punya beberapa orang teman yang keberatan ketika ditanya tentang status pernikahannya. Nah, secara orang Manggarai, Indonesia secara umum biasanya setelah nama pasti akan langsung menanyakan status pernikahan. Secara terstruktur dan sistematis orang Indonesia dibiasakan dengan pertanyan ini. Bahkan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) kolom statusnya hanya berisi pilihan kawin/belum kawin.

Kenapa tidak ada pilihan tidak kawin? Seolah semua orang Indonesia harus kawin; tidak boleh tidak. Tidak ada kata tidak untuk kawin; belum saja. Hal ini kemudian membuat banyak orang memilih untuk menikah (atau kawin); daripada tekanan social lebih berat dan cemoohan makin nyinyir.

Usia

Di Indonesia, alasan usia memiliki tekanan yang sama beratnya dengan alasan status; apalagi untuk perempuan. Keputusan untuk menikah biasanya diambil ketika sudah memasuki usia yang pantas (menurut standar sosial). Pada kasus-kasus tertentu kadang harus dipantaskan karena sikon. Hehehe.

Orang Manggarai bahkan punya istilah yang sangat tidak enak didengar untuk perempuan yang belum menikah pada usia tertentu;  “inewai tunang. Sayangnya tidak ada istilah sejenis untuk laki-laki. Walaupun sekarang sudah banyak perempuan Manggarai yang tidak  peduli dengan predikat ini, tetap saja ada yang akhirnya menikah karena dikejar usia.

Secara emosional dan ekonomi sudah mantap, organ reproduksi juga sudah sangat matang tetapi kadang keputusannya tidak semudah membalik telapak tangan kan? Menikah butuh lebih dari sekedar kematangan emosional, ekonomi dan organ reproduksi.

Harta

Uang bukan satu-satunya penentu kebahagiaan tetapi tanpa uang sepertinya juga susah untuk bahagia. Klise sekali alasan harta  benda, uang dan kekayaan dijadikan sebagai alasan untuk menikah. But that’s a reality. Bukan hanya sinetron yang menceritakan hal ini, kisah nyata pun banyak bercerita. Klasik tapi juga pas dengan situasi dan kondisi modern.

Apapun alasannya, menikah itu menyenangkan. Menciptakan kehidupan, membangun, menjaga dan merawatnya dalam suka dan duka.

Menikah adalah soal kenyamanan

Menikah seharusnya adalah keputusan pribadi yang diambil atas dasar kenyamanan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang menjalaninya.

Chicken Soup for the Couple’s Soul bilang bahwa menikah adalah petualangan komunikasi seumur hidup; dan saya sepakat. Menikah sudah pasti  satu paket dengan yang namanya masalah, ketidakpuasan, bosan, capek dan kawan-kawannya. Paket itu adalah konsekuensi dari pilihan.

So jangan takut menikah tetapi juga jangan memaksakan diri untuk menikah.

Febry and Shelby
The Wedding of Shelby and Febri

============== Salam dari Borong ==============

One comment

Komentar