Gulita

Gulita

Menetaplah gulita
Dua pasang mata melirik;

Tentang pohon kopi yang saling jatuh dalam rasa namun tak bisa bersentuhan;
Sebab ia tahu porsinya tumbuh hanya demikian,

Tak apa, pun kalau mereka berbuah, buahnya dalam keranjang yang sama bukan?
Atau mungkin daun mereka yang bertemu saat berguguran;
Betapa sabar penantian,

Sudah pasti hasil hidup mereka bertemu air dalam cangkir menuju pada dahaga

Gulita belum beranjak,
Tentang dahaga yang telah pulih dari kering,

Setelah buah penantian dari pohon kopi disisip dalam diskusi,

Kopi pahit diseduh dengan diskusi jadilah nikmat,

apalagi dengan angan kelak kopi segera bersentuhan;

sebab penantian akan termakan usia

Gulita masih bermain
Tentang serangga yang tenggelam dalam kopi yang terbengkalai;
Lalu dibuang kopinya namun masih menyisakan beberapa tetes yang belum mau beranjak dari gelas kaca;

Sebab waktu menanti tidak bisa dihitung dalam bunyi tegukan

Gulita mulai sayup;
Tentang dua makhluk Tuhan yang tak mau gulita tergeletak begitu saja;
Serupa kopi, dua makluk juga tumbuh dalam porsinya masing,

Namun gulita membantu mereka saling melempar tatapan dan simpul senyum;

Mana ada rasa yang mau menipu;

Akar perasaan telah erat terikat.

Gulita jatuh terlelap;

Tentang rasa dilahan tubuh yang tidak juga tandus perlahan digarap tanpa harapan yang lebat;

Tidak juga dengan janji yang kencang;

Hanya sepatah berbuat yang tidak patah dengan doa yang begitu terik.

======== Salam dari Borong ========

Terima kasih dear brother Yudi Pous yang sudah membuat ini untuk lejeany. Selalu takjub dengan kop tulisan dan puisi eh.

Komentar