Tulisan ini adalah lanjutan untuk catatan saya sebelumnya Menulis Matematika; biar tidak putus seperti orang yang putus sambung pacaran. Hehehe.
Seperti yang sudah disampaikan, angka adalah simbol; tanda atau lambang untuk melambangkan bilangan. Dalam belajar mengenal dan menulis angka diperlukan ketelatenan agar proses tersebut menjadi proses pertama dalam melatih cara berpikir secara matematis. Penting untuk dipahami bahwa simbol yang dibuat dalam angka itu tidak asal dibuat, bukan asal jadi, bukan juga asal bentuknya sama dan menyerupai.
Menulis angka dengan benar harus sesuai teknik aturan menulis dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah. Apakah anda sudah mempraktekannya? Semoga demikian.
Angka 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 (dikenal sebagai angka Arab-Barat) bukanlah satu-satunya jenis angka. Ada juga jenis angka yang lain, yakni angka Romawi dengan beberapa karakter utama yakni I, V, L, C, D, dan M.
I untuk melambangkan 1, V untuk melambangkan 5, L untuk melambangkan 50, C untuk melambangkan 100, D untuk melambangkan 500 dan M untuk melambangkan 1000.
Kita mungkin jarang melihat penulisan angka romawi, karena ini hanya dipelajari ketika Sekolah Dasar. Angka Romawi justru lebih sering ditemukan dalam bentuk Bilangan Romawi yang sering diperkenalkan di lingkungan, baik sekolah maupun masyarakat.
Di lingkungan sekolah misalnya pada identitas kelas; I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI,dan XII. Angka romawi I, II dan III untuk SD kelas bawah; IV, V, dan VI untuk SD kelas atas; VII,VII dan IX untuk si centil putih-biru alias SMP dan kelas X,XI dan XII untuk si masa paling indah putih-abu. Beberapa kali di lapangan saya menemukan kejadian keliru penggunaan untuk menyebut dan mengartikan antara angka dan bilangan Romawi.
Contoh lainnya: angka Romawi untuk 2022 adalah MMXXII atau angka 1981 menjadi MCMLXXXI. Saya yakin ketika membaca ini anda menjadi bintang (bingung-bingung tenang). Hehehe. Tidak apa, bingung berarti anda sedang berpikir. Nanti kita akan ngobrol lebih tentang ini. Nah, karena keterbatasan cara penulisan dan kurang praktis maka angka romawi kemudian kurang diminati.
Kira-kira seperti itulah Angka dan Bilangan yang akan kita bahas di tulisan ini. Banyak orang bahkan tidak bisa membedakannya.
Apa sih bedanya angka dan bilangan?
Yuks kita kupas tuntas dengan beberapa contoh serta hal-hal menarik lainnya seputar bilangan.
Orang Indonesia pasti hafal lagu Dua Mata Saya ciptaan Pak Kasur yang sangat terkenal itu. Lagu ini tidak pernah lepas dari list lagu para orangtua ketika memiliki anak yang sudah mulai belajar berbicara. Berikut sepenggal liriknya
Dua mata saya, hidung saya satu;
Dua kaki saya pakai sepatu baru;
Dua telinga saya, yang kiri dan kanan;
Satu mulut saya tidak berhenti makan;
Pak Kasur menciptakan lagu di atas selain untuk membantu anak mengenal anggota tubuh dan secara tidak langsung juga sedang memperkenalkan konsep dasar berhitung.
Berhitung adalah salah satu bagian dalam Matematika yang katanya paling sulit. Yakin??
Ayo kita lihat lagu yang lain. Lagu Balonku, misalnya;
Balonku ada lima;
Rupa-rupa warnanya;
Hijau, kuning, kelabu;
Merah muda dan biru;
Meletus balon hijau, dor!
Hatiku sangat kacau;
Balonku tinggal empat;
Kupegang erat-erat;
Kedua lagu di atas adalah contoh yang baik untuk mengenalkan konsep bilangan sekaligus latihan berhitung tingkat awal.
Kenapa?
Ketika anak menyanyikan lagu Dua Mata Saya, saat yang bersamaan juga anak mendapatkan stimulus untuk berhitung. Satu(1) untuk mata kiri dan satu(1) untuk mata kanan. Secara tidak langsung anak memaknai bahwa matanya (dalam hal ini bola mata ya) berjumlah dua(2). Terjadi proses perhitungan secara tak langsung disini, dan bisa dipastikan terjadi proses berpikir dan bernalar pada anak anda.
Hal yang sama juga berlaku ketika menyanyikan bait balonku ada lima(5). Lima(5) pada bait lagu balonku ada lima dimaknai sebagai 1 balon warna merah, 1 balon warna kuning, 1 balon warna kelabu, 1 balon warna merah muda dan 1 balon warna biru.
Yang menarik adalah ketika sampai pada lirik “meletus balon hijau, dor!”. Selain hatiku sangat kacau, juga terjadi stimulus operasi pengurangan yang diperkenalkan kepada anak. Boom. Bayangkan jika anda sambil memperkenalkan lagu tersebut, kemudian divariasikan, misalnya balonku ada tujuh(7) meletus dua(2) balon. Proses bernalar anak anda akan terbentuk menjadi lebih baik. bahkan jika anda belum mulai mengajarkan anak berhitung.
Nah, ketika angka diberikan nilai maka angka berubah maknanya menjadi bilangan.
Sederhananya adalah jika terjadi proses berhitung maka angka akan dimaknai sebagai bilangan. Jadi pada balonku ada lima(5); lima (5) disini bukan sekedar angka tetapi bilangan karena memiliki nilai. Sama halnya dengan dua(2) mata saya; disini 2 adalah bilangan bukan sekedar angka. Itulah bilangan yang diperkenalkan bahkan ketika anak belum mengenal pelajaran Matematika.
Setelah bilangan, ada juga membilang.
Membilang adalah tindakan matematika untuk memberi makna bilangan. Membilang umumnya dilakukan sebagai pengenalan terhadap konsep penjumlahan dan pengurangan pada anak. Ketika kita mengajar anak berhitung dengan menggunakan alat bantu seperti jari/lidi/batu/biji-bijian atau alat bantu lainnya yang sejenis (biasanya di SD kelas bawah) maka anak akan mengenal proses yang disebut “membilang”. Misalnya tujuh(7) lidi ditambah tiga(3) lidi menghasilkan sepuluh(10) lidi. Anak biasanya akan melakukan pengulangan dengan cara yang sama untuk berbagai penjumlahan dan pengurangan bilangan. Ini bagus untuk mengasah otak alias melatih keterampilan berpikir matematisnya. Pengulangan ini dilakukan untuk memastikan anak mengerti konsep penjumlahan dan pengurangan. Jangan bosan untuk mengulang walaupun untuk penjumlahan bilangan yang sama.
So pastikan anak semakin memahami konsepnya dan mengenal keunikan setiap bilangan yang dijumlahkan atau dikurangkan. Jangan terburu-buru kecuali anak sudah terlihat siap masuk ke tahap selanjutnya. Lama kelamaan anda dan anak anda akan mulai melepas penggunaan alat bantu (dan ini wajib terjadi) kemudian mulai berpikir matematis untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sederhana. Contohnya, sekarang tahun 2023 maka tiga tahun kemudian tahun berapa?
Sebaiknya kita mulai dengan soal-soal sederhana, sampai anak terlihat siap.
Setelah anak terlihat siap, silahkan ke tahap selanjutnya. Coba berikan persoalan kembali ke dalam bentuk simbol seperti 7+3 = … atau berbagai soalan penjumlahan dan pengurangan sederhana lainnya yang umum didapat di sekolah.
Ketika simbol atau angka dapat dimaknai sebagai bilangan, barulah anak bisa belajar matematika dengan baik.
Matematika itu bukan proses berhitung tetapi proses berpikir.
Maka urutan berpikir haruslah dibentuk dengan cara yang paling mudah diterima oleh anak, bukan dengan paksaan apalagi ancaman. Ini adalah catatan khusu untuk para mama yang mendampingi anak belajar dengan tatapan melotot. Hehehe.
Matematika adalah ilmu yang memuat banyak simbol, salah satu dari sekian banyak simbol itu adalah angka. Angka tidak akan berarti apa-apa tanpa diberi nilai. Dia hanya berupa angka tanpa makna. Mengenalkan bilangan pada anak adalah proses memberi makna atau nilai terhadap angka. Saat proses ini terjadi, orang tua harus menjadi contoh bagi anak. Memastikan anak mengenal angka dengan benar, memaknai angka sebagai bilangan, bernalar dan menuliskan hasil nalarnya secara konkret dalam bentuk bilangan hasil proses bernalar.
Proses bernalar ini dapat terjadi secara alamiah dan dimulai dari contoh-contoh sederhana atau dengan dengan stimulus melalui gambar dan lagu. Gambar dan lagu akan membawa anak ke situasi belajar yang lebih nyaman juga membentuk pemikiran.
Salam –Zee-
Ini konsep yang luar biasa….murid kadang terjebak antara berpikir dan berhitung….mantap konco
Makasih konco Frumen Hemat. Sy bersyukur ada di antara org2 hebat.
Luar biasa.
Sangat menginspirasi untuk dibawa ke ruang nyata.salam Literasi numerasi dari kami Taman Bacaan Masyarakat TBM Poco Ndeki Cakrawala Borong Manggarai Timur