Hari Kartini

Hari Kartini

Foto: Syam Kelilauw

Hari ini, Kamis tanggal 21 April 2022. Tanggal ini seperti keramat. Pasti selalu dikenang sebagai Hari Kartini. Tradisi, jika bisa pakai kata ini, untuk melukiskan kebiasaan mengenangnya. Kenangan atas hari lahir Raden Ajeng Kartini.

Ada yang berseloroh. Namanyanya bukan Kartini. Tetapi, nama tokoh ini Harum. Mereka yang gemar bergurau memetik dari syair lagu Kartini. Ibu kita Kartini//Putri Sejati/Putri Indonesia//Harum namanya…

Namanya juga berseloroh. Pasti tak serius. Nama aslinya tetap Kartini. Mau diseret ke syair lagu, dia tetap Kartini. Mau ada gempa bumi, dia tetap Kartini. Ada gelombang tsunami pun dia tetap Kartini. Lantas, apa yang seyogianya pantas tetap dikenang dari R. A. Kartini?

Galibnya tak berbeda dengan tokoh lain yang pantas dikenang. Kenangan sejarahnya yang baik, juga tak baik. Tetapi, orang selalu bilang, kenangan terhadap tokoh itu cukup hal baik saja. Kalau dia begundal atau suka kawin cerai jangan disinggung. Legacy darinya cukup yang positif saja. Kartini, olehnya, kita kenang yang baik saja.

Ada banyak kebaikan yang menjadi warisan dari Kartini.

Satu yang ingin disinggung soal hak setara. Perempuan dan laki-laki harus berhak setara. Setara itu apa? Coba pinjam kata adil. Setara dan adil coba disejajarkan. Sejajar maknanya. Tetapi susah juga. Ini lantaran adil atau setara menurut siapa. Sentimen subjektif dan interest pribadi bisa membiaskan, bahkan mengaburkan arti terdalamnya. Jadi? Yang simpel saja. Bikin makna sendiri. Setara itu proporsional bagiannya. Kuncinya, ketika bagi-bagi sesuatu ujungnya tak menyisakan dendam. Tak ada protes. Pihak yang berhak dapat bagian menerima porsi proporsionalnya dengan senang hati. Bila begitu ya aman sudah.

Di balik itu sebenarnya ada nilai paling utama. Hak setara laki-laki dan perempuan itu harus setarikan napas dengan kemanusiaan. Kalau perempuan itu manusia, maka nilai kemanusiaan pasti melekat dalam dirinya. Laki-laki juga begitu. Laki-laki dan perempuan secara kemanusiaan itu memang setara. Tak ada yang lebih banyak, sebaliknya tak boleh ada yang lebih sedikit.

Pokoknya proporsional itu setara. Kalau perempuan makan sepiring sudah kenyang itu setara dengan laki-laki makan sepiring juga. Tetapi, setara juga bisa berarti laki-laki makan dua piring, perempuan makan setengah piring. Dan, blab la bla…

Makna setara dari spirit Kartini minimal begitu. Hasil cernaan yang sederhana. Semoga bisa ikut memaknai peringatan Hari Kartini. Agar tak hanya dikenang sebagai seremoni semata. Lalu, pada saat yang sama, tindak barbar atas kesetaraan itu  masih mengkambingbuta. (*)

Sebuah catatan reflektif dari Syam Kelilauw, seorang Jurnalis senior yang tinggal di Denpasar. Terima kasih sudah mau menulis untuk lejeany kae, suatu kehormatan.

Komentar