Sedang Apa Engkau di Sana?

Sedang Apa Engkau di Sana?

Sedang apa engkau disana?

Kuharap kau telah dapatkan makanan lezat, pembayar laparmu di masa lalu,

Kuharap kau telah temui ayah-bunda, penuhi kasih yang hilang sepanjang usiamu

Kuharap engkau tengah bercanda gembira, seperti yang engkau rindui di waktu yang lalu

Kuharap engkau tengah berlimpah dalam rahmat-Nya, obati semua deritamu yang dulu

(Azimah Rahayu – Karena Aku Begitu Cantik; hal.46)

Namanya Supratman

Orang mengenalnya sebagai seorang atlet sepak bola dan sepak takraw yang luar biasa handal dan keren. Saya tidak pandai menggambarkan bagaimana dia bermain bola, tetapi kecepatan dan ciri khasnya ketika berlari di lapangan selalu sukses bikin histeris penonton. Belum lagi tendangan-tendangan tajamnya yang sering berujung gol dan menjadikan dia sebagai salah seorang pemain utama yang ditunggu. Sepak takraw juga adalah salah satu cabang olahraga yang dikuasai dan selalu buat penonton gegap gempita. Tendangan saltonya jadi ikon dan idola untuk anak-anak yang pengen bisa main takraw. Semua keahlian dan kebisaan itu sepertinya mendarah daging, mengalir kencang begitu saja.

Dia beberapa kali bercerita tentang perjalanan dan kisah hidupnya yang buat saya seperti sinetron, seperti tidak nyata. Lahir sebagai anak sulung dari dua bersaudara dan dari keluarga yang pas-pasan, dia menjalani hidup yang cukup berat. Sebelum usia 7 tahun dia kehilangan adiknya karena sakit dan bapaknya yang berpulang karena kena bom ikan. Tragis.

Sang ibu berusaha dengan semua yang dia punya dalam segala keterbatasannya untuk membesarkan dan mendidik Supra.

“Nana, jangan malas makan e. Dulu om Supra hanya makan jagung goreng kalau mau pergi sekolah. Kalau lagi tidak ada uang beli beras maka hanya makan sayur daun kelor supaya kenyang. Kamu enak sekarang, mau makan apa saja ada. Makan e.” Ini adalah kalimat yang sering dia pakai untuk membujuk anak-anak supaya makan.

Atau

“Jangan suka melawan mama e, nanti kalau sudah tidak ada mama macam om Supra susah sudah. Jangan suka bekelai sama adik kakak juga, tidak enak kalau tidak ada saudara e,” dia mengatakannya dengan datar dan biasa saja, perasaan kita yang dengar yang malah kacau.

Mengaji dan sekolah adalah utama.

Harus berenang menyebrangi teluk, lanjut jalan kaki dengan bekal jagung goreng yang dibungkus plastik setiap harinya untuk bisa sampai ke sekolah yang jaraknya lumayan jauh. Hujan atau panas bukan halangan, intinya harus sekolah biar bisa keluar dari kampung dan jadi orang hebat. Sampai suatu saat, raga sang ibu tak lagi kuat berjalan keliling kampung untuk menjual ikan dan menggoreng jagung untuk bekal sekolah. Dia harus berusaha untuk tetap tegar dan ceria pergi ke sekolah.

“Saya harus tetap pergi sekolah supaya mama senang. Tapi sebenarnya saya juga tidak tahan liat mama sakit-sakit terus. Pergi sekolah bisa buat saya sedikit lupa kalau mama sakit dan saya bisa bermain bola. Kalau ke sekolah juga kadang-kadang saya makan di rumah saudara jadi tidak buat mama kepikiran untuk siapkan saya makanan”

Sebelum berusia 10 tahun Supra kembali harus kehilangan. Kali ini kehilangan yang paling parah, karena pada akhirnya dia ditinggalkan sendiri untuk berjuang dan menjadi hebat. Sendiri dalam arti yang sebenarnya; tanpa orang tua dan saudara sekandung.

“Waktu itu saya pergi main, pas pulang di rumah sudah banyak orang menangis. Saya tau sap mama su tidak ada lagi, tapi saya tidak bisa menangis. Saya lihat saja. Setelah mandi, duduk dan baca doa, saya baru sadar dan menangis ngeri…saya menyesal kenapa saya nakal, kenapa saya pergi main jauh. Saya selalu ingat itu hari pas mama meninggal,” bagian ini adalah yang dia ceritakan dengan suara sedikit bergetar sambil kami makan kolak di teras.

Semesta mencintai orang-orang yang tidak mudah menyerah.

Berjuang sendiri dengan cinta orang-orang dan saudara di kampung, dia berhasil menyelesaikan sekolahnya. Sambil belajar di sekolah, dia juga belajar untuk mendapatkan makanan setiap harinya dengan bekerja membantu siapapun yang butuh bantuan. Mengangkut air, menjaga kebun dari serangan kera, menjaga anak-anak saudara sambil bermain tanpa meninggalkan sekolah, shalat dan mengaji; begitu dia menjalani hidup setiap hari sampai dewasa. Beruntung tinggal di kampung dengan sanak dan sudara yang selalu ada walalupun tidak bisa memberikan sebanyak yang dibutuhkan seorang anak dalam masa-masa pertumbuhan, tetapi setidaknya ada kekuatan tambahan untuk mewujudkan mimpi sang mama untuk jadi orang hebat. Belajar, bermain, bekerja dan ibadah adalah lingkaran kehidupan yang dia jalani sampai nasib membawanya ke Borong dan mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang membanggakan dan uanngnya cukup untuk punya motor keren dan tabungan.

Sampai suatu hari ada WA masuk di-hp saya, “Mama Jean, saya sakit”

Sakit yang terus memburuk tetapi tidak cukup untuk membuat dia menyerah dan putus asa. Usaha dan niatnya untuk sembuh luar biasa. Dengan keyakina akan sembuh dan dukungan banyak orang yang menyayanginya, dia berobat ke Makasar. Tetapi lagi-lagi harus kehilangan. Kali ini kami yang menyayanginya yang harus kehilangan.

“Mama Jean, saya mau pulang.”

Pulangnya adalah untuk dimakamkan di kampung halaman. Dia benar-benar mau menghembuskan nafasnya di tanah kelahiran. Pulang, memberikan kebanggaan dan membuktikan bahwa dia sudah menunaikan janjinya untuk kedua orang tua dan adiknya. Dia benar-benar hebat. Dia pulang dengan cinta yang luar biasa dari banyak orang yang menyayanginya. Hebat itu bukan hanya soal berapa banyak harta benda yang bisa didapat dan kemudian diwariskan tetapi hebat adalah tentang kebaikan, persaudaraan dan cinta yang terus hidup dan diceritakan tentangnya.

Sedang apa engkau disana?

Ada yang berbeda dipuasa tahun 2022 ini.

Biasanya selalu ada menu daun kelor yang menemani buka. “Trusa pake macam-macam mama Jean, kasi garam saja, ini sayur paling enak sudah,” kata dia sambil membawa daun kelor yang diambil entah dari mana hampir setiap sore. Kadang Luthfi juga diajak untuk ngabuburit sambil mencari daun kelor. Hampir rutin setiap jam 15.00 wita, ada pesan WA masuk, “Mama Jean bikin kolak ka?” Setelah berbuka, dia kemudian akan pamit untuk ke masjid dan sholat.

Rutin berkabar dan menanyakan kabar juga adalah salah satu hal yang membuatnya dikenang dengan sangat baik. “Mama Jean, sehat ka? Tadi saya ke ruangan, mama Jean tidak masuk katanya.” Atau, “Nana Luthfi sehat ka mama Jean. Nanti sore sa jemput dia main bola di pantai, boleh mama Jean e..”

Hal-hal sederhana adalah yang selalu kita rindukan dari orang-orang yang menyentuh kehidupan kita. Ketika harus berpisahpun, hal-hal sederhana itu yang paling sulit untuk dilupakan.

Salam dari Borong

Tulisan ini saya buat pas puasa kemarin untuk mengenang seorang Supratman; anak baik dari Tompong yang selalu tulus dan ada kapan pun dibutuhkan. Terima kasih untuk orang-orang baik yang Tuhan selalu sediakan untuk kehidupan ini. Setiap orang punya caranya sendiri untuk menyentuh dan kemudian hidup dalam kenangan kita.

Komentar