Derita jelata kian membara saat bumi menepi
Jerit tangis kaum kusam membekas di kepala penguasa
Tentang rupiah yang terkapar tak berdaya
Tentang ekonomi yang di kebiri krisis global
Lorong kumuh nan sepi ini adalah tempatku pulang
Tanpa cahaya ku kejar malam yang kejam mengikis nasib kuli harian
Berjuta harapan menggantung di telinga penguasa
Menatap nasib rakyat yang menjadi korban PHK
Duniaku dan duniamu tiada berbeda
Di sana kita tenggelam bersama durjana bencana
Diekspolitasi pandemi yang meregang ribuan nyawa
Layaknya kutukan yang menimpa pendosa tua
Gantung perih membalut duka negeri
Musnahkan koalisi dan oposisi di tengah wabah yang menghantui bumi
Dokter dan perawat menjegal nyawa mati tak bermakna
Kita tetap menjaga jarak walau perut lapar
Kalimat tanya telah menjadi prasasti purba dalam kepala
Tentang kapankah ini akan berakhir
Mencoba bersabar di tengah himpitan hutang
Aku masih tegar
Puisi ini ditulis dan dikirimkan oleh sahabat saya Yulita Jebarut. Ibu dari 3 orang anak yang saat ini tinggal dan bekerja di Ruteng