Memeluk dan dipeluk adalah kebutuhan. Siapa sih yang tidak suka dipeluk atau memeluk? Rasanya selalu menenangkan sekaligus menyenangkan. Saya pikir akan banyak yang sepakat dengan kalimat ini; susah dibantah emang. Secara pribadi saya menyukai dan menikmati pelukan; memeluk dan dipeluk. Saya menyukai aroma kedamaian yang menguar dari sebuah pelukan, efeknya menyenangkan buat jiwa dan raga. Saya bahkan hampir yakin pelukan bisa menyembuhkan luka batin.
Lihatlah bagaimana anak-anak tantrum yang menjadi lebih mudah dikontrol setelah mendapatkan pelukan, bahkan dewasa yang mengamuk pun akan luluh. Bukan hal yang sulit menemukan situasi nyaman saat chaos sebab hadirnya pelukan. Akan mudah bercerita tentang hal sulit setelah sebuah pelukan; yang paling ringan sekalipun. Kebahagiaan yang muncul dari rasa dihargai ketika dipeluk adalah sesuatu yang membuat hari menjadi sempurna.
Pelukan adalah bahasa bisu yang menjadi ekspresi universal untuk penerimaan, kenyamanan dan kehangatan.
Banyak saat ketika kita merasa kesepian ditengah riuhnya dunia. Ketika ramai orang berbicara dan tidak ada yang bisa dilakukan selain mendengar, tanpa punya kemampuan untuk mengungkap rasa sesak di dada. Kesesakan yang butuh disalurkan untuk dapat sekedar melonggarkan ruang; jika sulit mengosongkannya. Kepenatan biasanya akan menggangu. Bukan hanya untuk diri tetapi juga buat lingkungan dan orang sekitar. Ada saat merasa sendiri dan tidak berarti, ini rasa yang juga sungguh tak enak. Di tengah dunia yang sering kali dipenuhi kebisingan dan kekacauan, kesederhanaan pelukan melampaui batas bahasa dan adalah cara sederhana mengkomunikasikan emosi yang meresap di jiwa.
Sayangnya kami orang-orang Timur yang masuk kategori sebelum generasi milenial, tidak terbiasa dengan memeluk dan dipeluk. Bahasa kasih untuk kami yang dibesarkan sebelum era 90-an adalah “nada suara tinggi” dan mata melotot yang garang. Sering juga ditambah dengan cubitan dan pukulan. Jarang sekali kami dipeluk. Pelukan adalah bahasa untuk anak kecil atau mereka yang biasanya cengeng dan merepotkan. Doktrin ini disampaikan dan ditanamkan secara langsung atau pun secara tersirat oleh para orang tua dihampir setiap saat.
“Hidup ini keras, jangan sedikit-sedikit minta peluk.” Ini hanya satu dari sekian kalimat yang membuat pelukan menjadi tabu dan memalukan, apalagi kalau sampai dilihat orang luar rumah; akan jadi aib seumur hidup.
Ini membuat generasi sebelum era 90-an dari Timur Indonesia menjadi generasi yang kuat dan tangguh. Beberapa teman bahkan bilang cenderung kejam dan kurang peka terhadap banyak hal yang terlalu lembut. Haha
Kami juga kemudian tumbuh menjadi orang dewasa yang jauh dari kata romantis.
Ketika punya keluarga dan anak, pelukan juga menjadi sesuatu yang mahal untuk diberikan. Masih sering “gerah” jika dipeluk di depan banyak orang, karena biasanya akan menjadi cemoohan. Pasangan yang saling memeluk depan umum akan dikata lebay dan menuai sindiran tajam. Alhasil romantis ala anak-anak Timur depan umum paling banter adalah elusan singkat di kepala atau cubitan gemas di pipi. Tapi jang omong kalau su masuk ruang privat. Hehehe
Kerinduan untuk memeluk dan dipeluk tentu saja ada, tetapi karena itu bukan budaya bahkan cenderung tabu, maka keinginan itu biasanya dipendam. Saya ingat dulu sering pura-pura tidur pas jam mama pulang kantor, karena saat tidur adalah saat pelukan akan didapat sebagai sesuatu yang “normal”. Ketika menyadari mama bisa memeluk dengan sangat lama dan hangat saat saya tidur; dan tanpa banyak celoteh, hal itu kemudian menjadi kebiasaan. Menjelang jam pulang kantor saya akan pura-pura tertidur dan seolah baru bangun setelah dipeluk untuk makan siang. Segitunya….
Banyak kata yang tidak perlu diucapkan saat berpelukan.
Semua seolah bisa dimengerti ketika itu, tidak perlu penjelasan yang panjang. Rasa sayang terutama. Pelukan merupakan bentuk keintiman fisik yang konon bisa membuat tubuh mengeluarkan hormon oksitosin yang membahagiakan serta menekan hormon kortisol dan kawan-kawannya yang bisa memicu stress. Ada banyak manfaat pelukan, Google akan menyediakan informasi itu dengan sukacita untuk kita.
Tetapi pelukan tidak akan terasa tulus ketika masih ada kemarahan dan kekecewaan. Pelukan akan terasa nyaman bila diberikan saat diri siap. Itulah mengapa penting untuk memeluk diri sendiri dulu sebelum memeluk orang lain.
Memeluk diri sendiri, nyaman dengan diri sendiri dan memberikan bahagia pada diri adalah sebuah keharusan sebelum memeluk dan berbagi bahagia untuk orang lain. Tidak usah berpikir terlalu rumit juga untuk memeluk dan membahagiakan diri. Cukup dengan menikmati hobi; ngopi sambil membaca dan menikmati musik kesukaan misalnya. Membalas senyum dan sapaan tetangga juga adalah cara menikmati cinta semesta. Ada saat menikmati obrolan dengan diri sendiri lalu sesekali memberinya hadiah berupa jajanan yang tidak sehat nan murah meriah. Ini juga adalah bagian dari mencintai dan memeluk diri; jangan sering-sering saja bikin senang kolesterol. Hehehe
Hari ini berdamai dan memeluk diri sendiri adalah upaya sederhana memutus rantai “luka batin”.
Banyak yang menjadi pasangan dan orang tua tetapi belum selesai dengan lukanya; bahkan belum pernah memeluk dirinya sendiri. Menjadi pasangan dan orang tua yang “dingin” dan sulit mengekspresikan diri adalah hasil dari kebutuhan yang masa kecil yang belum sepenuhnya terpenuhi. Kita sedang mewariskan luka dan rasa sepi kepada anak-anak di tengah ramainya dunia. Tentu akan mengerikan ketika harus sadar bahwa orang-orang terkasih berpotensi menemukan bahagia secara virtual, padahal kita bisa memberinya dengan mudah. Jembatannya sederhana saja, pelukan yang tulus.
Sudahkah memeluk dirimu hari ini?
======== Salam dari Borong ========