My Me Time

My Me Time

Selain emansipasi, isu hangat yang banyak menjadi tuntutan perempuan modern konon kabarnya adalah “me time”. Saya mengartikannya sebagai waktu untuk diri sendiri, entah benar atau tidak secara kekinian.

Banyak cara mendapatkan me time dan berdasarkan studi pustaka di media social,  kebanyakan perempuan (modern) menghabiskan me time-nya di salon, café atau mall (ini tidak berlaku untuk kami di Ruteng dan Borong yang belum punya mall hehe). Kesimpulannya adalah me time modern itu menghabiskan  duit. Hehe.

Nah kalau pas lagi ada duit enak dong; kekiniannya dapat, me time-nya dapat dan status medsosnya jadi ajibbbb dan bertabur like. Agak berabe kalau lagi jamnya mengencangkan ikat pinggang, maka jadilah kita-kita ini  silent reader yang agak kepo dengan hasil akhir makan hati.

Sesuai definisi,  me time versi saya mungkin agak berbeda, saya memilih me time  yang agak kolot dan bukannya yang modern.

Karena harus bekerja, maka saya harus tinggal berjauhan sama keluarga dengan jarak tempuh kurang lebih 1 jam 45 menit.  Dilihat dari sudut pandang waktu, tentu saya punya cukup banyak waktu buat diri sendri. Tetapi boro-boro  nyalon atau nge ‘mall’,  me time saya di rumah saja. Bukan karena lagi mengikuti anjuran pemerintah untuk menerapkan protocol kesehatan dalam berbagai lini kehidupan, tetapi maunya emang di rumah saja (untuk memperhalus istilah penghematan).

Menikmati lagu-lagu kesayangan sambil beberes rumah dari debu dan mencoba berpikir agak cerdas. Ini juga cerdas versi saya, karena buat saya me time juga kesempatan untuk sedikit narsis.

Sambil menyapu saya kemudian menemukan bahwa ketika menyapu dan membersihkan kotoran dilantai, saya menunduk dan hanya konsentrasi ke lantai. Tanpa mendongak untuk melihat langit-langit rumah yg mulai dipenuhi laba-laba karena lama ditinggal.

Seperti itu juga kadang dalam hidup; sibuk menunduk, memilah dan memilih ‘kotoran’ yg dibawah sampai kadang lupa bahwa lantai kehidupan kita juga dikotori oleh orang-orang yang saat ini  ada ‘diatas’. Terlalu memandang tinggi mereka-mereka yang diatas lalu mengabaikan kesalahan-kesalahannya.

Selanjutnya me time  dengan perawatan sederhana.

Sederhana dalam arti sebenarnya; masker wajah dengan tepung beras yang dalam bahasa daerah disebut barak (warung depan rumah menjualnya dengan harga 5rb perak dapat 20 biji). Luluran juga pake lulur kiloan, yang penting ada.

Ketika perawatan biasanya lebih konsen ke wajah, berusaha sekuat jiwa raga supaya bekas jerawat segera berlalu seperti badai dalam lagu Chrisye. Kerutan diupayakan memudar seperti masa lalu yang suram.

Ketika sampai dibagian kaki secukupnya saja, yang penting kena lulur dan tidak ada kotoran di sela-sela kuku.

Lagi-lagi mengabaikan yang di bawah dan lebih sering tertutup; tentu saja urusan bawah dan atas disini murni soal perawatan dalam konteks me time.

Urusan penampilan wajah lebih dapat perhatian karena itu bagian yang akan langsung terlihat, kaki paling dilihat sepintas dan tertutup sepatu, jadi sering agak terlupakan.

Begitu pula dengan kehidupan.

Sibuk sekali membuat kesan bagus pada orang-orang disekitar tanpa mau sedikit sibuk untuk menghargai orang-orang yang tidak tampil tapi mendukung dengan penuh cinta.

Banyak cinta dan dukungan yg tidak nampak tapi menopang dengan kokoh; mereka adalah keluarga tentu saja.

Tampil cantik dan ganteng untuk orang lain tapi sering mengabaikan rasa dan kebutuhan mereka yang mendukung dalam hening.

Untuk me time, saya juga punya keyakinan bahwa pilihan lagu-lagu yang menemani akan berpengaruh besar pada kualitas me time dan kesimpulan akhir.  

Buktinya?

Dalam me time-ku, saya akan merindukan suami dengan romantis ketika mendengar lagu-lagu country. Tetapi saya akan mengingatnya dengan sebagian besar daftar tagihan di kepala ketika mendengar lagu-lagu milik Iwan Fals.

Saya sih belum pernah mencoba berpikir serius dan menganalisa kenapa sampai begini. Yang jelas saya suka lagu-lagu country dan lagu-lagu Alm. Didi Kempot yang dinyanyikan kembali dengan bahasa Indonesia sama mbak Nufi Wardhana sehinga kami diluar Jawa tetap bisa menikmatinya walaupun tidak bisa bahasa Jawa. 

Salam dari Borong

Komentar