Cerita dari Filipina

Cerita dari Filipina

Filipina adalah tempat tujuan untuk perjalanan terjauh di tahun 2023.

Saya selalu menikmati semua moment dengan senang; untuk apapun. Termasuk perjalanan yang harus ditempuh dalam waktu lebih dari 11 jam.

Perjalanan dimulai dengan pengalaman berada di 3 negara dalam waktu kurang dari 24 jam. Indonesia, Singapura dan Filipina.

Sempat mengkhayal akan punya kenangan berfoto di bandara Changi Singapura yang terkenal dengan ikon tamannya itu. Tetapi ternyata waktu boarding untuk penerbangan ke Manila  mepet, dan kita hanya sempat berfoto di lorong transit. Hehe.

Ketat sekali pengamanan di Singapura untuk barang-barang bawaan. Bahkan air mineral Singapura Airlines dari penerbangan sebelumnya, Jakarta -Singapura,  tidak boleh ikut ke Manila. Sebaiknya membawa temapt minum isi ulang saja, karena tempat isi ulang ada dimana-mana alih-alih botol air mineral.

Biarkan segala sesuatu tetap berada di tempat asalnya; mungkin itu yang ingin mereka sampaikan. Bawa cerita dan pengalaman tetapi jangan berlebih untuk barang lainnya.

Segala bentuk cairan tidak bisa lebih dari 100 mili liter. Deodorant dengan kemasan yang agak besar juga tidak luput disita. Jadi teringat madu dan kobok yang kadang suka lolos lewat botol air mineral. Hehehe. Tentu saja itu hanya di Indonesia, dan penerbangan lokal wilayah Timur saya pikir.

Kondisi dalam pesawat penerbangan internasional tentu saja berbeda dengan penerbangan domestik.

Tempat duduk lebih lega dengan keleluasaan untuk memperhatikan orang-orang sekitar. Macam tingkah dan pola, dengan beragam latar belakang membuat hasil pikir semakin kaya. Gaya penumpang penerbangan internasional juga beda. Lebih individual. Tidak ada yang akan terlalu memperhatikan seseorang yang lewat dengan baju kurang bahan atau seseorang dengan sandal jepit yang sudah sangat kusam. Bahkan seorang ibu yang terihat sangat repot dengan bayinya adalah hal yang …. begitulah. Itu urusan anda sepanjang anda tidak minta bantuan.

Penampilan yang berantakan akan tertutup dengan laptop yang tiba-tiba muncul dari ransel kumal yang bermerk mahal. 

Seseorang dengan celana pendek dan kaos oblong, tiba-tiba saja melakukan panggilan dan bicara tentang jadwal rapat yang tertunda karena rekannya dari negara lain mengalami delay.

Seorang perempuan dengan suara “mencicit” yang lucu bahkan sedang mengatur jadwal tentang seminar internasional, dan dia akan hadir sebagai pembicara. Ups...

So, jangan coba menilai orang hanya berdasarkan penampilan deh. Sumpah, bakal sering kaget.

Soal makanan juga asik untuk diceritakan.

Makanan di pesawat untuk penerbangan internasional itu tidak terlalu ramah untuk lidah dan tenggorokan saya. Dibesarkan dengan makanan tanpa bumbu berlebih membuat beragam rempah yang mereka masukan sebagai bagian dari makanan terasa aneh.

Terlalu berbumbu dan beraroma pokoknya. Aroma dan rasanya tidak dikenali oleh otak dan juga tidak pas untuk selera makan saya. Jadi kangen kompiang deh.

Belum lagi AC di pesawat yang terlalu dingin, membuat saya semakin ingin ada di dapur rumah om Mensi di Colol. Dengan kopi dan nasi kaget; heaven.

Mendarat di Manila.

Tujuan perjalanan adalah Kauswagan Propinsi Lanao del Norte, untuk itu tentunya tetap harus mampir Manila dulu. Bandaranya tidak se-wah Soekarno Hatta atau Changi di Singapura. Lebih seperti bandara Ngurah Rai dengan versi yang lebih kusam. Penilaian ini mungkin agak kejam  tetapi begitulah menurut saya. Hehe.

Yang menarik dari kota pertama di Filipina yang saya kunjungi ini adalah orang-orangnya. Mereka memiliki karakter wajah Asia yang hampir sama dengan orang Manado. Kulit terang dengan rambut lurus dan badan berisi. Walaupun menurut teman saya, lebih menarik orang Manado. Hahaha. Ini tentu saja soal selera.

Sempat melipir di Manila, ada beberapa hal menarik untuk dicermati.

Jeepney
Jeepney di Iligan Filipina

Moda transportasinya cukup unik buat saya. Jeepney, angkutan ini seperti bemo di Jakarta tahun 90-an. Menarik sekali melihat bentuk, bahan dan model dari alat angkut ini. Sayangnya tidak cukup waktu untuk mencoba keliling kota dengan Jeepney. Nah, soal ini Tempo akan menjelaskannya lebih detail dan lebih baik saya pikir.

Selain Jeepney, hal lain yang menarik adalah gaya berpakaian. Mereka memiliki gaya berpakaian yang sangat “berani”. Aurat bertebaran dengan penutup yang minim. Sepertinya semua orang, terutama perempuan, berlomba untuk memamerkan tubuhnya. Tidak banyak ditemui perempuan dengan baju yang tertutup dan tidak ada yang keberatan juga soal itu. Beberapa perempuan berjalan dengan pasangannya, gadis-gadis yang berjalan dengan orang tuanya; tidak ada perbedaan dengan mereka yang berjalan sendiri. Mereka menyukai tubuh dan penampilannya dengan cukup baik sehingga akhirnya terlihat asik-asik saja.

Saya sempat memikirkan ekspresi mama-mama Timur dengan kondisi begini. Tidak akan banyak anak gadis yang akan keluar rumah dengan dandanan se-berani itu pastinya.

Soal gender adalah hal lain yang menarik perhatian di kota-kota di Filipina .

Karakteristik laki-laki dan perempuan yang saya temui di beberapa tempat di Manila, Iligan dan Kauswagan agak membingungkan. Standar laki dan perempuan yang ada di kepala saya jadi agak terbolak balik. Situasi, budaya, kebiasaan dan mungkin trend mode yang mereka anut barangkali adalah sebabnya.

Laki-laki bergaya dan terlihat seperti perempuan; gemulai dengan rambut panjang, make-up tebal dan fashion feminim.

Perempuan dengan rambut cepak, gaya jalan maskulin dan suara yang (berusaha dibuat) berat. Sempat sedikit membingungkan diawal, apalagi ketika ada pasangan yang lewat dengan mesra tetapi gendernya terasa kurang jelas.

Dunia benar-benar bikin heran disini. Jungkir balik semua sistem yang sudah rapi di otak tentang sex dan gender.

Tetapi batasannya hanya sampai pada “heran”, karena lingkungan mereka sepertinya tidak keberatan. Semua orang terlihat biasa saja ketika ada pasangan yang jatuhnya sesama jenis bermesraan tanpa sungkan. LGBT sepertinya tidak ditolak di sana;  kesimpulan pribadi berdasarkan pengamatan tentu saja.

Terbiasa dengan pelayanan prima ala orang Indonesia yang penuh keramahan.

Jawaban seadanya jadi terdengar agak menyakitkan. Apalagi untuk ukuran “peramah teserak” orang Manggarai, tatapan dingin akan terasa menyesakkan. Beberapa orang di Manila dan dua kota lainnya di Filipina yang kami mintai bantuan untuk menjelaskan beberapa hal terkesan sangat “terganggu” ketika ditanya.

“Turn left,” adalah jawaban untuk pertanyaan soal arah yang cukup panjang lebar dengan prolog ala Indonesia.

“See that door? Go there,” adalah jawaban untuk pertanyaan tentang letak lokasi shuttle bus.

“Ok,” tanpa senyum untuk terima kasih dengan senyum manis yang coba saya berikan.

Dan mereka tidak cukup ramah juga untuk meletakan lebih banyak papan informasi sebagai bala bantuan terakhir. Haha.

Sungguh mati e…sa cinta Indonesia.

Bagaimanapun setiap tempat pasti memiliki karakteristik masing-masing. Ketika beberapa hal tidak sesuai dengan karakteristik kita sebagai tamu, maka berdamai dengan keadaan adalah pilihan terbaik. Menyesuaikan diri dan beradaptasi adalah hal paling mudah untuk bahagia ditempat asing.

Selalu ada hal baik yang bisa didapat dari setiap kisah dan selalu ada cerita dari setiap perjalanan.

Pada akhir setiap perjalanan, terima kasih semesta adalah kata kunci dan doa untuk perjalanan asik kali berikut.

Foto dan cerita dari Filipina;

Salamnya tetap dari Borong.

Komentar