“Keren itu bawaan badan” adalah salah satu kalimat favorit saya dan almh. Ein sahabat saya. Keren disini maksudnya tentang penampilan tentu saja, yaitu satu paket kesesuaian yang ditunjukan dan terlihat; pakaian, wajah, tubuh dan rambut (jika ada). Secara naluri seorang manusia pasti ingin terlihat menarik dan keren pada setiap kesempatan dan ini biasanya terkait dengan penampilan. Tidak ada yang akan muncul di hadapan orang lain tanpa sedikit berpikir bagaimana dia terlihat. Kesan pertama diupayakan untuk selalu menggoda dan penampilan adalah hal pertama yang akan dinilai ketika kita bertemu orang lain. Penampilan memang bukan yang utama tetapi membantu kepercayaan diri.
Penampilan dari kata dasar tampil (menampakan diri; muncul) yang menurut KBBI artinya adalah proses, cara, perbuatan menampilkan. Keseluruhan proses yang kemudian menempatkan kita di hadapan orang lain pada lingkungan di luar diri tentu akan sangat berpengaruh pada bagaimana penilaian orang pada diri kita.
Dari zaman pra sejarah yang kita bilang kuno sampai zaman modern hari ini, penampilan mencerminkan banyak hal. Entah itu status sosial, identitas, nilai-nilai budaya bahkan derajat kesehatannya.
Pada era berburu dan pengumpul penampilan ditentukan oleh kebutuhan praktis, seperti perlindungan dari cuaca, binatang buas dan/atau sekedar penutup tubuh. Makin kesini perlahan penampilan kemudian mulai mencerminkan status sosial. Di Mesir Kuno misalnya, aksesori dan pakaian berwarna cerah menjadi simbol kekuasaan dan kekayaan.Perkembangan jaman kemudian membagi manusia berdasarkan kelas sosial dan pakaian yang dipakai menjadi pembeda yang jelas. Pada abad pertengahan para bangsawan mengenakan kain mahal dan perhiasan, sementara petani menggunakan bahan yang lebih sederhana. Memasuki era modern yang ditandai dengan industri dan urbanisasi, penampilan menjadi lebih beragam. Trend berubah dengan cepat.
Di abad ke-19, mode mulai dipengaruhi oleh tren dan desain yang cepat berubah. Penampilan bahkan menjadi cara orang untuk mengekspresikan diri; identitas yang terbentuk juga menjadi lebih individualis. Untuk era digital saat ini, penampilan sangat dipengaruhi oleh media sosial. Gaya dan tren menyebar dengan cepat lalu menciptakan norma-norma baru dalam masyarakat.
Seperti apapun perkembangan zaman, penampilan selalu dilihat sebagai identitas dan gambaran pribadi.
Walaupun tidak seketat zaman dulu, seseorang akan mendapat penghargaan lebih ketika berpenampilan rapi. Untuk acara dan tema apapun, biasanya selalu ditekankan untuk berpenampilan rapi. Entah bagaimana, tetapi rasanya lebih “adem” melihat yang berpenampilan bersih, rapi dan sopan. Sepintar atau sekaya apapun seseorang tetap saja akan turun nilainya ketika penampilannya berantakan.
Pada era sebelum 90-an, rapi itu harus paripurna. Kaum laki-laki akan berpakaian modis yang disetrika sempurna, rambut licin berminyak, sepatu berkilau serupa cermin dan wajah bersih tanpa bulu ditempat-tempat yang tidak seharusnya. Untuk perempuan, modis tentu adalah keharusan, dari ujung kepala sampai ujung kaki, plus kebersihan yang nyata terlihat dari keseluruhan diri. Untuk laki-laki atau perempuan baju diusahakan selalu “stel dalam”; selain standard kerapihan, ini juga untuk memberi efek langsing.
Bapa dan ayah mertua saya adalah gambaran jelas tentang ini. Para opa ini tidak akan keluar rumah tanpa ngaca (lama) dan memastikan mereka sudah rapi; jika bisa menyetrika ikat pinggang mereka akan melakukannya biar paripurna semua. Hehe. Menurut opa, kita akan lebih dan semakin dihargai ketika berpenampilan rapi dan apik.
Untuk angkatan sebelum tahuan 90-an, orang-orang cerdas dan terpelajar yang kemudian menjadi orang “besar” dan berpotensi menjadi orang kaya biasanya identik dengan penampilan rapi dan klimis. Kepada merekalah banyak orang akan mendengar, percaya dan tergantung. Perempuan yang berpenampilan rapi dan menarik juga adalah gambaran ibu sempurna yang akan menjamin lahirnya anak cerdas dan berpribadi baik secara sosial.
Zaman now aturan berpakaian tidak seketat dulu lagi
Walaupun gambaran kesuksesan masih tetap dipegang sama yang bernampilan rapi; dan saya pikir mungkin ini alasan mereka-mereka yang “berseragam” lebih mudah mendapatkan jodoh. Hehehe.
Saat ini isi kepala dan dompet susah ditebak kalau patokannya hanya gaya berpakaian. Orang-orang cerdas dan/atau kaya terkadang muncul di publik dengan penampilan secukupnya. Tak perlu memakai celana berbahan tissue atau minyak rambut beraroma tajam untuk didengar ketika bicara. Kecerdasan terdengar dari isi pembicaraan dan terlihat dari kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi lingkungan.
Isi dompet juga sekarang tidak lagi tergambar dari penampilan rapi jali. Banyak orang kaya yang memilih menggunakan jeans belel kusam dan kaos oblong ketika jalan-jalan dengan penerbangan kelas bisnis. Sekarang ini orang berlomba membeli asset dan berpikir bagaimana agar uang yang bekerja untuk mereka, alih-alih berpikir tentang sanggul sempurna sebagai asesoris. Pekerjaan yang bisa dilakukan darimana saja dengan kemajuan tekhnologi membuat penampilan menjadi prioritas kesekian. Ketika pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, maka daster atau celana kolor rumahan bisa jadi pilihan nyaman. Sirkulasi udara dalam darah dan otak yang lancar sejalan dengan aliran uang ke dompet.
Manusia modern cenderung dikuasai oleh merk; ini sesuatu yang menarik tentang penampilan jaman now.
Gaya berpakaian dengan model sederhana tetapi merknya bikin harga jadi selangit. Kaos oblong dan sandal jepit saja harganya bisa sampai ratusan ribu rupiah. Belum lagi harga sepatu dan asesoris lainnya. Merk-merk barang tertentu yang menunjang penampilan, bisa dibilang mahal. Tetapi itu harga yang harus dibayar; bukan hanya untuk barangnya tetapi juga untuk pengakuan akan kelas dan status sosial tertentu. Harga emang tidak pernah bohong. Ada harga ada kenyamanan buat pemakai; ada harga, ada pengakuan sebagai orang kaya. Boleh saja hanya tampil dengan kaus oblong, jeans belel dan sepatu kets tetapi lihat merknya dan hitung berapa karung beras yang terbeli dengan outfit yang hanya segitu itu. Ya….walaupun kadang harga yang harus dibayar untuk barang branded berbasis penampilan dan pengakuan ini membuat istilah pinjol, pansos dan sejenisnya naik daun. Ups….
Pada akhirnya keren itu bawaan badan.
Penampilan hakekatnya untuk kepuasan pribadi, bukan untuk menyenangkan atau memberi kesan tertentu pada orang lain. Apapun yang dipakai untuk menyempurnakan penampilan baiknya disesuaikan dengan kepribadian, dompet dan sikon.
Tidak perlu jadi aneh hanya untuk dianggap modis, tak perlu mengabaikan jiwa missqueen untuk membeli merk dan harga (diri).
Para pemuja penampilan rapi jali tanpa celah untuk kekusutan dari kepala sampe kaki, tidak perlu dikonfrontir dengan yang suka memakai jeans sobek dan kaos oblong. Rambut dengan lebih dari satu warna tidak perlu dilihat sebagai bentuk pemberontakan pada situasi tertentu, itu bagian dari mode dan penerimaan diri. Bahkan tidak berambut pun adalah pilihan dan bagian dari penampilan pribadi.
Barang bermerk dengan harga selangit di mall atau yang dibeli di barle Wae Reca tidak akan terlihat terlalu berbeda ketika yang pake nyaman.
Penampilan itu soal kenyamanan. Bahwa ada rambu sosial yang harus ditaati sesuai situasi dan kondisi tentu itu wajar. Baiknya untuk inilah kecerdasan dan uang dipakai; untuk menyesuaikan dengan sikon, bukannya sebagai modal sok-sokan sebagai si “paling”.
========= Salam dari Borong =========