Selamat Hari Ibu Mama Marta

Selamat Hari Ibu Mama Marta

Kemarin baca berita tentang perkembangan kasus mama Marta, seorang perempuan yang menjadi tersangka karena menyebabkan kematian suaminya.

Cerita ini lumayan heboh sejak beberapa waktu lalu di Borong, Kabupaten Manggarai Timur. Seorang perempuan memukul sang suami sehingga lelaki itu kehilangan nyawanya. Versi mama Marta, si suami pulang dalam keadaan mabuk (seperti biasanya) lalu meminta sang istri yang sedang memasak untuk melayaninya. Jawaban tidak bisa dengan alasan sedang menstruasi juga memasak membuat sang suami marah lalu menendang mama Marta.

Kemarahan yang menumpuk dan lama terpendam mendapatkan pemicunya; pembalasan dilakukan dengan memukul kaki si suami menggunakan kayu bakar. Suami yang mabuk mencoba bangkit dan mengambil kayu dari tungku untuk memukul mama Marta, namun tentu itu bukan tandingan untuk perempuan yang sedang kalut dan marah. Beberapa pukulan di kepala membuat lelaki yang adalah ayah untuk lima anak kandung mama Marta tersungkur bersimbah darah.

Berjalan tanpa alas kaki, mama Marta membawa kayu yang dia pakai untuk memukul sang suami ke kantor polisi. Menyerahkan diri dan mencari perlindungan.

Tidak ada yang lebih menyakitkan untuk seorang perempuan selain kekhawatiran tentang nasib anak-anaknya.

Mama Marta hidup bersama empat anak kandungnya dan tiga anak dari istri lain sang suami. What a heart.  Tidak banyak perempuan yang mau menerima kondisi seperti itu. Dimadu saja sudah menyakitkan, apalagi harus ikut memelihara anak-anak mereka. Tentu saja anak-anak itu tidak bersalah, dan sepertinya ini adalah pertimbangan mama Marta untuk tetap menerima, menjaga dan merawat mereka. Menurut tetangga, anak-anak itu bahkan dekat dan bersandar pada mama Marta layaknya mama kandung mereka. Asliiiii ini tidak biasa dan tidak mudah, hanya perempuan dengan hati malaikat yang mampu melakukannya.

“Hari-hari disini (dalam tahanan) saya lebih banyak menangisi anak-anak saya. Mereka sama siapa, lagi buat apa dan makan apa. Kondisi kami memang buat mereka terbiasa mandiri, tetapi sekarang mereka tidak punya bapa dan tidak punya mama juga. Mori…ampong koe ndekok daku.” Saya hanya bisa menunduk menyembunyikan air mata mendengar dia meratap demikian.

iklan dania salon

Suami yang harusnya menjadi sandaran, larut dalam kenikmatan hidupnya sendiri. Menikmati hidupnya dengan minuman keras, bersantai karena tahu ada perempuan kuat yang akan menerima apapun yang dikatakan dan dia lakukan. Kondisi ini berlangsung selama bertahun-tahun. Beberapa makhluk memang diciptakan untuk dibenci oleh banyak orang tetapi dicintai dengan luar biasa oleh sebagian lainnya. Bertahan bertahun lamanya dengan keikhlasan (atau kepasrahan?) yang mama Marta tunjukan, definisi cinta kemudian bertambah buat saya. Tidak ada alasan logis yang bisa saya terima tentang keikhlasan menerima semua perlakuan kasar sang suami untuk sekian lama. Apa iya cinta bisa segitunya?

“Hampir setiap hari dia mabuk. Saya dan anak-anak sering dipukul juga ketika mabuk, uang saya dari hasil menjual sayur bahkan sering dipakai untuk membeli sopi,” kata mama Marta dengan mata berkaca namun tanpa dendam.

Menemuinya di tahanan Polres Matim, saya melihat ketulusan luar biasa seorang Mama Marta.

Kami ngobrol sebagai sesama perempuan, sebagai sesama mama dari anak-anak yang sedang bertumbuh. Sesak sekali rasanya mendengar cerita-ceritanya. Sepotong kue dia kunyah lalu dengan berlinang air mata dia bilang, “Saya disini makan kue enak. Saya tidak tahu apakah anak-anak bisa makan kue begini atau tidak.”

Dia juga bercerita tentang kunjungan anak bungsunya yang berusia 7 tahun, beberapa waktu sebelum saya datang.

“Tadi anak saya kesini juga ibu, dia bilang; mama mari pulang sudah kami sendiri. Bapa tua dorang sudah mau pulang ke rumah mereka. Mari pulang mama, tidak usah pikir cari beras, kita sudah ada beras di rumah.”

Tidak ada perempuan akan bisa menahan tangis mendengar ini.

Dunia memang tidak adil dan tidak akan pernah adil kata orang bijak.

Ada orang yang menjalani hidup yang sangat berat; lahir dan batin. Sebagaian orang kesulitan mendapatkan beras bahkan untuk sekali makan sekeluarga. Saya pernah bertemu perempuan lain yang membawa uang Rp10.000; untuk membeli beras, lalu buru-buru pulang untuk memasaknya karena anak-anak akan segera pulang sekolah.

“Biar untuk mereka makan saja dulu tanta. Kami orang tua bisa makan di tempat kerja (uma duat). Untuk makan besok pasti ada rejeki lain,” dia bilang ini dengan senyum. Saya yang memegang minuman dingin mendengarnya dengan sangat malu, entah kenapa.

Di bagian lain kabupaten, sebagian orang berfoya berpesta, bingung bagaimana caranya menghabiskan uang. Saya membayangkan banyaknya nasi yang terbuang saat pesta, daging yang hanya termakan sepotong karena takut lipstik hilang dari bibir; tapi ngambilnya untuk porsi dua orang. Dekorasi super wow dengan biaya lebih dari harga tiga karung beras. Benar-benar tidak adil rasanya; tetapi adil atau tidaknya menurut siapa? Tidak ada yang bisa memastikan itu. Semua sudah berjalan sesuai ketentuan semesta. Mengutuk takdir kadang terasa tidak pas juga; terkesan menyalahkan Tuhan untuk kehidupan yang berjalan tidak seperti yang kita (manusia) inginkan.

Hari ini 22 Desember dan diperingati sebagai Hari Ibu.

Untuk semua perempuan, bahkan yang belum menjadi seorang ibu, hari ini layak dirayakan; seharusnya.

Tetapi entah bagaimana mama Marta dan perempuan lainnya yang sedang dalam tahanan atau yang sedang bertahan, untuk apapun, harus merayakan hari ini. Mereka bahkan mungkin tidak menyadari ada hari perayaan untuk peran mereka sebagai ibu. Bagaimana berpikir merayakan hari ini ketika setiap harinya adalah perjuangan untuk sekedar bertahan hidup? Bentuk perayaan seperti apa ketika air mata terus menetes memikirkan anak-anak yang entah sedang bersama siapa dan makan apa hari ini?

Merayakannya dengan sepotong kue menjelang Natal, namun pilu karena tahu anak-anak bahkan tidak yakin bisa punya hidangan Natal yang pantas.

Tidak ada ibu yang mau melihat lara dalam kehidupan anak-anaknya. Tetapi tidak semua ibu beruntung bisa mendekap yang mereka cintai pada hari yang seharusnya dirayakan. Kadang doa dalam linangan air mata adalah bentuk perayaan yang menyesakkan, yang suka atau tidak harus diterima.

Selamat Hari Ibu
Perempuan dan Kehidupan; a foto by Frido Beo

Selamat Hari Ibu mama Marta.

Perjalanan yang kau tempuh sangat tidak mudah. Kau melewatinya dengan luar biasa tegar. Mama Marta merayakan Hari Ibu sebagai seorang tersangka hari ini. Tapi saya juga tidak yakin dia tahu bahwa hari ini adalah perayaan Hari Ibu

Sebagai perempuan dan seorang ibu, kau menunjukan bahwa bahkan cinta punya batas sabar. Apalagi ketika itu tentang kebutuhan anak-anak akan keamanan. Jeruji besi menghalangi pelukan utuh untuk anak-anak, tetapi cinta dan ceritamu memberi keutuhan tentang makna pengorbanan.

Anak-anak akan mengenangmu sebagai mama yang pergi cukup lama untuk mencari beras lalu mereka tidak akan kelaparan dan ketakutan lagi setelah kau pulang nanti.

Berharap kepulangan itu juga akan segera. Sungguh kami mengucapkan amin paling kencang untuk doa ini.

Mungkin terlalu berlebihan untuk berpikir bahwa para perempuan dan para ibu di Manggarai Timur mendoakanmu segera pulang. Tetapi setidaknya kami yang mengenalmu mendoakan itu.

Perayaan Hari Ibu kami berisi doa, berharap kekuatan dan keikhlasan bagi kaum kita untuk perjalanan panjang setelah hari ini. Seperti doa dan ikhlas yang kau tunjukan selama sekian waktu untuk merawat kehidupan anak-anakmu dalam segala kurang dan lebihmu; sendirian.

Terima kasih dan sekali lagi Selamat Hari Ibu Mama Marta.

========= Salam dari Borong =========

paket wedding dania salon

Komentar