Sabtu, 27 Juli 2024 saya diminta menjadi moderator sebuah diskusi oleh teman-teman Teater Saja Ruteng. Diskusi film tepatnya. Ini pengalaman baru, karena topiknya tidak biasa. Hehehe.
Menonton film bukan sesuatu yang saya sukai sebagai hobi. Mendiskusikannya apalagi.
Baiklah saya mungkin menyukai beberapa film romantis yang dibintangi oleh Julie Roberts dan Richard Gere misalnya. Lagian siapa sih yang tidak menyukai film dengan genre romantis kan? Tetapi mendiskusikannya tentu beda cerita. Film berat pula.
Derzu Uzalla adalah film lama punyanya Akira Kurosawa yang bercerita tentang seorang geografer militer Soviet yang berteman dengan seorang pemburu lokal di belantara Siberia. Bersama-sama mereka menghadapi tantangan alam yang keras dan membangun persahabatan yang mendalam.
Film ini masuk kategori film berat buat saya, yang lebih memilih komedi romantis tentunya. Tetapi ada sesuatu yang menjadi daya tarik untuk terus menonton sampai akhir, alih-alih jatuh tertidur seperti biasanya ketika menonton film. Gambar yang bagus dengan dialog yang irit dipadu dengan pemandangan alam Siberia yang luar biasa bagus membuat akhirnya saya betah melihat film ini lebih dari 2 jam.
Mendiskusikan film ini dengan mereka yang ahli dibidangnya juga butuh persiapan banyak. Hehehe.
Bicara film dengan sutradara Eric Gunawan dan seorang dosen yang juga jago teater sekaligus sutradara, Marselus Ungkang, tentu tidak bisa cuma sambil lalu persiapannya. Minimal tidak malu-maluin lah. Maka selain nonton filmnya sampe abis dan cari literatur sebanyak mungkin, mental juga kudu dipersiapkan. Benar-benar belajar pokoknya.
Hujan deras dihari Sabtu itu kemudian menjadi back sound keren yang membuat diskusinya berjalan asik; setidaknya menurut saya. Kesimpulan akhir yang kemudian bisa dipetik adalah nonton film itu harus komplit semua indra dipakai. Tidak cukup menikmati gambar dan dialog untuk mengetahui alur cerita secara keseluruhan, kepekaan untuk menemukan pesan dibalik gambar yang disajikan juga penting. Terkadang inti dan pesan dari sebuah film disampaikan lewat gambar tertentu yang butuh diinterpretasi secara utuh. Ini menjadi salah satu kekuatan film Derzu Uzalla dan film lainnya milik Kurosawa. Rel kereta sederhana yang menjadi pembatas antara kehidupan modern dan kehidupan “hutan”, adalah salah satu contohnya.
Saya pulang dengan banyak ucapan terima kasih.
Untuk pengalaman dan pelajaran baru tentang film, untuk kesempatan bekerja sama dengan teman-teman Teater Saja Ruteng yang asik dan keren. Juga untuk anak-anak saya, Rafa dan Luthfi yang menyempatkan diri ditengah hujan deras sore itu menemani mama nonton film dan bekerja sambil mengkhayal tentang pizza enak keesokan harinya.
Saya juga bertemu dengan teman-teman keren dari jaman masih jadi pekerja radio beberapa tahun lalu. Ahaiiiii, ini harus jadi satu tulisan tersendiri nih
====== Salam dari Ruteng =====