Cerita Kopi dari SMAN 1 Kaca Borong

Cerita Kopi dari SMAN 1 Kaca Borong

“Bali dikenal sebagai pulau Dewata, tetapi saya mau katakan bahwa surganya  ada di Manggarai Timur. Jika anda adalah pecinta kopi, maka anda sedang berada di tempat yang tepat; karena saat ini anda sekalian berada di Manggarai Timur; surganya kopi dunia.”

Kalimat diatas disampaikan oleh Bupati Manggarai Timur periode 2019-2014, Agas Andreas, SH, M.Hum pada pembukaan Festival Kopi Lembah Colol pada 14 Juni 2023 lalu.

Mungkin terdengar terlalu bombastis , tetapi untuk masyarakat Manggarai Timur dan pecinta kopi ini sudah “pas”. Kopi adalah bagian dari kehidupan keseharian masyarakat kultur Manggarai. Segala aktivitas selalu melibatkan kopi; merayakan syukur dan kebersamaan sejak bangun di pagi hari, berbagi cerita setelah seharian di luar rumah, menyambut tamu atau bahkan sekedar menemani saat ingin sendiri.

Kopi selalu ada dan terlibat dalam banyak urusan kami orang-orang kultur Manggarai; sebagai pribadi pun sosial.

Manggarai Timur sejak lama dikenal sebagai Kabupaten Kopi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kopi di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2023 sebanyak 25.139,79 ton. Kabupaten Manggarai Timur menyumbang 9.595,61 ton, sedangkan Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat masing-masing menyumbang 2.529,10 ton dan 1.249,02 ton. Manggarai Timur juga merupakan Kabupaten penyumbang produksi kopi terbesar untuk 22 kabupaten kota yang tersebar di 4 pulau besar  di NTT.

Kopi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Manggarai.

Proses produksi yang diawali dengan pembersihan lahan dan penanaman. Dilanjutkan dengan panen dan pengolahan pasca panen menjadi bagian dari pengalaman dan perjalanan hidup masyarakat secara turun temurun.

Kopi mulai diperkenalkan kepada masyarakat kultur Manggarai oleh Belanda pada sekitar tahun 1930-an. Festival Keboen pada tahun 1937 menjadi tonggak sejarah semakin meluasnya kopi dikenal dan dibudidayakan.

Kopi menjadi bagian dari kehidupan dan kebutuhan keseharian masyarakat. Sejak awal proses penanaman, perawatan sampai saatnya dipanen; melibatkan beberapa ritual adat yang menunjukan penghargaan dan kedekatan masyarakat terhadap tanaman ini.

Ada ritual khusus yang dijalankan saat pembersihan lahan dan penanaman, ritual berbeda akan dijalankan jika ada hama yang mengganggu. Sebelum panen, masyarakat juga memiliki acara adat tersendiri untuk dijalankan; acara tapa kolo di Colol misalnya. Ritual-ritual ini sekarang bahkan sudah menjadi  bagian dari atraksi agrowisata.

Tidak afdol hari berjalan tanpa kopi.

Bukan hanya sebagai penghasil kopi, masyarakat kultur Manggarai secara umum dan Manggarai Timur secara khusus juga adalah pecandu kopi.

Sejak membuka mata di pagi hari, orang Manggarai sudah dibiasakan; lalu menjadi budaya, untuk mengawali hari dengan segelas kopi. Apapun acara dan/atau kegiatannya, kopi menjadi salah satu menu wajib yang akan selalu tersedia. Setiap orang sepertinya sudah memiliki kebutuhan dan takaran kopinya masing-masing.

Kopi biasanya akan disajikan terpisah dengan gula, karena kebanyakan orang Manggarai tidak menyukai kopi manis. Dengan gula terpisah, setiap orang akan lebih mudah menyesuaikan takaran gula sesuai kebutuhannya.

Selalu ada kudapan yang menemani segelas kopi; pareng adalah istilah lokal untuk kudapan itu. Teman setia kopi biasanya adalah ubi dengan banyak variasi sajian; dibakar, direbus atau digoreng.

Salah satu yang menjadi favorit adalah ubi rebus yang disajikan dengan parutan jahe goreng sebagai sambalnya. Sajian ini sempurna disajikan bersama kopi, di dapur yang hangat dengan api dari tungku kayu dan suasana nyaman ala desa Colol.                                                                                                                    

Sekarang ini kopi Manggarai sudah naik kelas.

Kopi saat ini tidak saja menjadi kebutuhan domestik dan tradisonal tetapi sudah memasuki ruang publik; wisata dan komersil.

Tidak hanya sekedar menjadi minuman pembuka dan penutup hari, kopi sudah menjadi bagian dari gaya hidup.

Kopi masuk ke ruang yang lebih elit. Hari ini kopi tidak sekedar dinikmati pada level rumah tangga dan komunitas kekerabatan. Tidak lagi sekedar dinikmati di dapur rumah yang hangat atau di teras dan ruang tamu dengan pareng seadanya. Penyajiannya pun tidak sekedar dengan mok ringking atau gelas rumahan dengan air panas dari tungku api..

Kopi sudah menjadi sajian mahal di cafe dan tempat-tempat nongkrong yang lebih modern. Kopi mendapatkan perhatian jauh lebih banyak dari yang biasanya diberikan masyarakat lokal. Perlakuan terhadap kopi juga sudah lebih “modern”.

Jenis tanah , ketinggian dan teknik penanaman menjadi perhatian untuk menghasilkan kopi dengan kualitas yang sesuai keinginan pasar. Proses pengolahannya pun tidak sesederhana yang diketahui masyarakat umum lagi. Proses pemetikan, perlakuan terhadap biji kopi sampai pengolahannya menjadi tepung lalu menuju meja hidangan adalah proses panjang yang melibatkan banyak “hal baru”.  

“Hal baru” inilah kemudian yang ditangkap sebagai peluang oleh anak muda Manggarai Timur.

Sebagai generasi muda yang lebih dekat dengan kata “modern”, beberapa orang kemudian mencoba terjun dan belajar lebih banyak tentang kopi.

Salah satunya adalah Andre Tule, seorang guru di SMAN 1 Kaca Manggarai Timur. Andre melihat kopi bukan hanya sekedar komoditi perkebunan dan minuman pemersatu, tetapi juga jalan keluar bagi siswa siswinya dari belenggu pakem “harus kuliah untuk mendapatkan pekerjaan baik dan gaji lumayan.”

Selain guru, Andre juga dikenal sebagai pemilik usaha kopi dengan label Kopito.  Nama unik ini diambil dari dialek Manggarai yang digunakan sebagai kalimat jawaban dan penegas.

Ketika bertamu, biasanya tuan rumah akan bertanya, “Mau minum apa? Kopi, teh atau air putih?”

Jawaban dan dialek  khas orang Manggarai sebagai penikmat kopi untuk pertanyaan diatas adalah, “Kopi to…”

Jawaban ini adalah jawaban tegas tentang pilihan minuman  yang menggambarkan kecintaan pada kopi; tidak ada pilihan lain. Kopi saja.

Disela kesibukannya sebagai seorang guru, Andre juga menyempatkan diri untuk belajar dan mencari tahu lebih banyak tentang kopi; jenis dan juga cara pengolahannya. Selain belajar otodidak, dia juga mengikuti beragam kegiatan terkait kopi; pelatihan pengolahan, pengemasan dan pemasaran.

Pasar untuk Kopito saat ini bukan hanya di Manggarai raya.

Dengan kualitas kopi dan kemasan yang menarik, pelanggannya sudah sampai ke pulau Jawa dan Sumatera.

“Pasar untuk Kopito saat ini bukan hanya di Manggarai raya saja, kami sudah menjual sampai ke Jakarta bahkan ke Lampung. Pemesanan biasanya dilakukan via Whats App dan kami mengirim kopi kemasan ini dengan jasa pengiriman JNE. Proses pengiriman dengan jasa JNE sangat membantu pemasaran Kopito, selain karena kantor JNE ada di Borong, pengiriman juga biasanya tepat waktu. Untuk usaha seperti kami ini, kepercayaan adalah salah satu modal utama; termasuk soal ketepatan waktu barang sampai ditangan konsumen.”

Selain menjual Kopito yang sudah dikemas secara profesional, Andre juga memiliki cafe kopi di jalan lintas Flores, tepatnya di Desa Sita Kecamatan Rana Mese. Cafe dibuka setiap hari dengan aneka kopi dan pareng yang khas dan beragam. Selain menyajikan kopi enak, cafe ini  juga menjadi tempat anak-anak belajar tentang kopi lalu mempraktekan pengetahuan dan keterampilan mereka.

Untuk menambah wawasan dan keterampilan siswa, pihak sekolah juga mendukung dengan memasukan kopi sebagai bagian dari program P5 di sekolah, khususnya pada tema Kewirausahaan.

“Tidak semua anak beruntung bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Itu sebabnya saya bersama para guru dan Kepala Sekolah berpikir bahwa kami harus mempersiapkan mereka dengan keterampilan khusus. Kopi adalah komoditi lokal yang dikenal dan akrab dengan semua orang Manggarai. Saat ini kopi juga adalah salah satu aset yang menjadi pintu masuk untuk peluang usaha dan sumber penghasilan. Itu adalah alasan kami kemudian menjadikan kopi dan pengolahannya sebagai bagian dari program Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah,” kata Andre pada suatu kesempatan.

Pada program P5 di SMAN 1 Kaca Borong, kepada siswa siswi yang berminat diajarkan bagaimana menjadi seorang barista profesional yang memiliki kemampuan untuk mengolah kopi sesuai standar cafe.

Para calon barista memulainya dengan mengenal jenis dan kualitas kopi lalu cara meracik dan bagaimana menyajikannya secara profesional.

Langkah awal yang diajarkan adalah mengenal jenis dan kualitas kopi, karena jenis dan kualitas kopi akan berpengaruh pada cita rasa.

Selanjutnya para siswa diajarkan cara meracik kopi dengan standar cafe. Karena menikmati kopi hari ini tidak sesederhana masuk dapur, memanaskan air lalu menuangkannya diatas kopi tepung yang tersedia dalam kaleng biskuit.  Hehe.

Kopi yang telah diracik kemudian disajikan dengan cara yang juga tidak seperti lazimnya dikenal di tengah masyarakat.  Jenis gelas yang dipakai untuk penyajian akan disesuaikan dengan varian dan takaran kopinya. Kopi tubruk mungkin cocok disajikan dengan mok ringking atau mok belek kata orang Manggarai, tetapi jenis kopi expresso punya jenis gelas dan takaran tersendiri. Jenis latte dan cappucino juga punya jenis gelasnya sendiri yang biasanya terbuat dari keramik dengan ukuran dan ketebalan yang khas. Sungguh tidak sederhana kan? Cara berpakaian ala barista juga diajarkan di sekolah ini oleh pak Andre dan guru-guru. Ini bertujuan agar anak-anak memahami pekerjaannya dan memiliki pengetahuan yang komplit tentang apa yang mereka kerjakan.

Tidak ada ilmu yang sempurna tanpa praktek.

Hal ini juga menjadi perhatian para guru dan pihak sekolah. SMAN 1 Kaca, menjadi salah satu sekolah menengah atas yang melakukan terobosan dengan mengirimkan siswa praktek dengan spesialisasi barista ke beberapa restoran dan cafe di Labuan Bajo.

Barista Kopi SMAN 1 Borong Manggarai Timur
Barista Kopi SMAN 1 Borong (sumber foto:ProkopimMatim)

“Manggarai Timur adalah pusat produksi sedangkan pasar terbesar kopi di Flores saat ini ada di Labuan Bajo. Jadi kenapa tidak sekalian kita kirim anak-anak kita untuk menjadi peracik kopi handal di tengah pasar yang sedang ramai?” demikian disampaikan Andre Tule.

Jejaring yang dimiliki di Labuan Bajo kemudian membuka peluang bagi para siswa SMAN 1 Kaca yang didukung penuh oleh Kopito untuk juga praktik kerja di Bali. Ini tentu saja adalah sebuah langkah besar. Saat eberapa siswa bahkan sudah langsung ditawari untuk bekerja dan menjadi pegawai tetap pada beberapa cafe dan hotel di Labuan Bajo.

Jaman sekarang kopi bukan hanya sekedar minuman kekerabatan tetapi juga janji untuk masa depan yang lebih baik bagi generasi muda; terutama di Manggarai Timur.

Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk maju, membuka diri untuk belajar dan memanfaatkan peluang yang ada. Kesempatan terbuka lebar, kuncinya hanyalah kreativitas dan ketekunan.

Semoga semakin banyak anak muda Manggarai Timur yang melihat hal-hal biasa dalam keseharian sebagai peluang untuk masa depan yang lebih baik.

#JNE#ConnectingHappiness#JNE33Tahun  #JNEContentCompetition2024 #GasssTerusSemangatKreativitasnya

====== Salam dari Borong ======

Komentar